Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Apa yang Mau Diherankan dari Cara DPR Memperlakukan KPK?"

Kompas.com - 06/09/2019, 11:41 WIB
Devina Halim,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengaku tak heran dengan DPR terkait poin-poin dalam rancangan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

"Jadi kalau DPR saya mengatakan, tidak heran, apa yang mau diherankan dari cara DPR memperlakukan KPK, saya enggak pernah heran," ujar Zainal ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (6/9/2019).

DPR tiba-tiba menggelar rapat paripurna pada Kamis (5/9/2019) untuk membahas usulan Badan Legislasi (Baleg) terkait RUU tersebut.

Baca juga: Kita Patut Curiga Agenda Mendadak DPR untuk Revisi UU KPK...

Menurut dia, dalam draf revisi UU KPK tahun 2019 ini nyaris tidak ada yang baru.

"Karena sebagian besar itu sudah begitu dari dulu, mereka kan menolak penyidik independen, dari dulu, cuman sekarang dibahasakan lebih letterless lagi untuk mengatakan kalau penyidik dari polisi," ujar dia.

Bahkan, hal itu juga diakui Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Masinton Pasaribu yang mengatakan bahwa poin revisi UU KPK saat ini tidak jauh berbeda dengan draf pada 2017. 

Perubahannya menyangkut beberapa hal, antara lain terkait penyadapan, keberadaan dewan pengawas, kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3), dan status kepegawaian KPK.

Jika dinilai dari isi draf, Zainal tak memungkiri bahwa poin-poin di dalamnya dapat menjadi ancaman bagi KPK.

Kendati demikian, ia mengatakan bahwa proses rancangan tersebut untuk disahkan menjadi UU masih panjang.

Saat ini, kuncinya berada di tangan Presiden Jokowi yang dapat menolak rancangan tersebut.

"Kita sih berharap presiden mau meluruskan langkahnya, apa janjinya ketika kampanye dulu, bahwa akan melindungi pemberantasan korupsi dan lain-lain sebagainya, makanya tagihan itu sebenarnya ke presiden," tutur Zainal.

Baca juga: Jika Jokowi Tak Keluarkan Surat Presiden, Revisi UU KPK Tak Akan Dibahas

DPR telah menyusun rancangan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Salah satu poinnya mengatur tentang kedudukan KPK yang berada pada cabang eksekutif.

Dengan kata lain, jika revisi undang-undang ini disahkan, KPK akan menjadi lembaga pemerintah.

Rancangan tersebut pun menuai kritik dari sejumlah pihak karena diduga dapat melemahkan KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com