JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, presiden kurang menghimpun masukan dari ahli ketatanegaraan terkait tahapan-tahapan pemindahan ibu kota.
Pernyataan ini disampaikan Fahri menyusul diumumkannya pemindahan ibu kota negara ke Provinsi Kalimantan Timur oleh Presiden Joko Widodo.
"Terus terang saya menyayangkan kurangnya ahli tata negara di sekitar presiden sehingga presiden itu tidak menjalankan suatu proses ketatanegaraan yang resmi, yang lazim. Proses ketatanegaraan yang lazim itu kan ada tahapannya," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Baca juga: Ketua Komisi II Optimistis Regulasi Pemindahan Ibu Kota Selesai 2019-2024
Fahri mengatakan, lazimnya pemindahan ibu kota melalui kajian akan perubahan ketentuan-ketentuan lama, seperti melakukan pengecekan pada UUD 1945 dan undang-undang terkait.
Menurut Fahri, pengecekan UUD 1945 prosesnya dilakukan melalui MPR.
"Barulah dia bicara dengan DPR di komisi-komisi di mana UU itu harus diubah. Sebab, UU yang harus diubah untuk perpindahan ibu kota lebih dari 8 dalam kajian sementara yang saya temukan," ujar dia.
Selanjutnya, Fahri menyayangkan Jokowi mengumumkan pemindahan ibu kota secara sepihak.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.