Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/08/2019, 13:05 WIB
Harry Rhamdhani,
Amir Sodikin

Tim Redaksi

KOMPASIANA - Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mewacanakan hendak mengawasi konten dari sejumlah media baru, di antaranya YouTube, Facebook, Netflix, dan media lain yang sejenis.

Wacana tersebut, tentu saja, mendapat begitu banyak respons dari masyarakat meski KPI sendiri bertujuan agar siaran di media digital tersebut benar-benar layak ditonton dan memiliki nilai edukasi.

Sebab seperti yang kita tahu, sampai saat ini tugas mengawasi konten digital masih menjadi kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). KPI belum memiliki wewenang itu.

Lagi pula, selama ini pengawasan konten-konten yang tayang di platform digital diserahkan sepenuhnya kepada kita, konsumen selaku penikmat konten tersebut.

Pada akhirnya wacana KPI selama sepekan ini menuai pro dan kontra. Tidak sedikit Kompasianer yang memberikan opininya guna menyoroti tugas dan kewenangan KPI melakukan pengawasan pada media-media baru dan platform streaming.

Selain wacana tadi, pada pekan ini masih ada artikel menarik lainnya seperti razia skincare yang terjadi di sekolah hingga narasi mengenai plastik.

Berikut 5 artikel terpopuler di Kompasiana dalam sepekan:

1. Harus Berubah Dulu, Baru Setelah Itu Menjamah Netflix

Menurut pendapat Kompasianer Wiwien Wintarto, keresahan yang dialami atas wacana Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ingin mengawasi media-media baru dan platform streaming itu karena mereka migrasi ke Netflix sebagai efek dari kanal-kanal TV tradisional yang sudah tak lagi mampu mengikuti tren gaya hidup saat ini.

Penyebab utama, lanjutnya, adalah kegagalan KPI menjalankan fungsinya untuk mengatur TV konvensional agar lebih intelek, edukatif, dan berkualitas.

"Memang KPI kerap kali menyemprit acara-acara tertentu, namun gambaran umum konten TV tradisional tetap sama: seolah menghalalkan segala cara demi rating," tulis Kompasianer Wiwien Wintarto.

Sebab, secara bersamaan, KPI seakan membiarkan saja konten tidak edukatif berkeliaran di layar kaca tiap hari. (Baca selengkapnya)

 

2. Sebagai Orangtua, Saya Mendukung "Ulah" KPI dengan Catatan

Berbeda dengan Kompasianer Wiwien Wintarto, justru Kompasianer Himam Miladi setuju saja dengan langkah KPI mengawasi konten-konten digital tersebut.

Sikap tersebut didapat lantaran kebiasaan Kompasianer Himam Miladi mengecek gawai yang digunakan putrinya.

"Sebagai orangtua di era digital, terus terang saya lebih mengkhawatirkan dampak konten digital daripada tayangan televisi," tulisnya.

Bila tidak suka dengan tayangan televisi, lanjutnya, kita bisa mengganti saluran atau mematikannya sekalian. (Baca selengkapnya)

 

3. Dosa Besar Pendidikan

Dalam esainya, Kompasianer Achmad Saifullah Syahid menggugat bagaimana pendidikan di Indonesia seperti jala di tempat.

Menurutnya, kita tidak lantas merasa puas atas tingginya minat baca.

"Tantangan di depan masih mengadang, lebih dari 55 persen murid Indonesia yang menamatkan sekolah hingga tingkat sekolah menengah pertama (SMP) mengalami buta huruf fungsional," tulis Kompasianer Achmad Saifullah.

Apalagi jika ditelaah lebih jauh, kegiatan siswa di sekolah diajarkan mata pelajaran, namun tidak dilatih menalar.

"Mata pelajaran Matematika misalnya, dipelajari untuk sekadar bisa menyelesaikan soal berhitung," lanjutnya. (Baca selengkapnya)

 

4. Namaku Plastik, Ini Kisah Kecilku

Begitu getir narasi yang dituliskan Kompasianer Ang Tek Khun mengenai plastik. Kita dibawa dari bagaimana plastik tersebut dibuat hingga akhirnya dibuang begitu saja.

"Setiap tahun, dalam rupa kantong plastik, aku digunakan tidak kurang dari 5 triliun banyaknya. Aku yang berwujud botol plastik, dibeli orang 1 juta banyaknya dalam 1 menit. Jumlahnya menakjubkan? Aku juga kaget loh!" tulisnya.

Pada artikelnya, tentu saja, Kompasianer Ang Tek Khun memberikan konteks penggunaan plastik di Indonesia.

Apalagi, sampah di Indonesia pada 2019 diperkirakan akan mencapai 68 juta ton dan total sampah plastik bisa mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari total sampah yang ada. (Baca selengkapnya)

 

5. Razia Skincare di Sekolah, Yay or Nay?

Baru-baru ini ramai di media sosial mengenai razia di sebuah sekolah mengenai peralatan kosmetik atau skincare yang dibawa oleh siswa.

Kompasianer Corry Laura Junita berpendapat, tidak ada yang salah dengan barang-barang yang dianggap golongan terlarang itu.

"Apa salahnya sih membawa sisir ke sekolah? Atau membawa parfum atau deodoran. Hubungannya barang-barang tersebut pada prestasi akademik sebesar apa? Bukankah kerapian dan kebersihan merupakan sesuatu hal yang wajib di sekolah?" tulisnya.

Selain itu, lanjutnya, tidak ada korelasi antara rajin skincare-an dengan nilai di sekolah, kecuali selama guru menerangkan siswa justru sibuk oles-oles lotion dan pelembab. (Baca selengkapnya)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Jadi Capres Pertama yang ke IKN, Ganjar: Untuk Tunjukkan Komitmen Melanjutkan Pembangunan

Jadi Capres Pertama yang ke IKN, Ganjar: Untuk Tunjukkan Komitmen Melanjutkan Pembangunan

Nasional
Pemerintah Prediksi 107 Juta Orang Mudik Saat Libur Natal 2023 dan Tahun Baru 2024

Pemerintah Prediksi 107 Juta Orang Mudik Saat Libur Natal 2023 dan Tahun Baru 2024

Nasional
Selain Kesempatan Kerja, Jokowi Sebut Investasi Bawa Pemasukan Pajak dan Bukan Pajak

Selain Kesempatan Kerja, Jokowi Sebut Investasi Bawa Pemasukan Pajak dan Bukan Pajak

Nasional
Beredar Poster Acara Doa untuk Kemenangan Prabowo-Gibran di Rindam Jaya, Panglima Angkat Bicara

Beredar Poster Acara Doa untuk Kemenangan Prabowo-Gibran di Rindam Jaya, Panglima Angkat Bicara

Nasional
Jokowi Janji Urus Kenaikan Tukin Kementerian Investasi Usai Bahlil Minta Dinaikkan

Jokowi Janji Urus Kenaikan Tukin Kementerian Investasi Usai Bahlil Minta Dinaikkan

Nasional
Tanggapi Santai Isu 'Walkout' di COP28, Jokowi: Yang Penting Kita Telah Lakukan Hal Nyata

Tanggapi Santai Isu "Walkout" di COP28, Jokowi: Yang Penting Kita Telah Lakukan Hal Nyata

Nasional
Ganjar Ingin Aset Negara di IKN Dibangun dengan APBN

Ganjar Ingin Aset Negara di IKN Dibangun dengan APBN

Nasional
Tanggapan Jokowi Usai Menteri Bahlil Minta Tukin Naik di Depan Publik

Tanggapan Jokowi Usai Menteri Bahlil Minta Tukin Naik di Depan Publik

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Usul Saling Sanggah Dihapus, Pakar: Debat Bukan Cuma Pemaparan Program

TKN Prabowo-Gibran Usul Saling Sanggah Dihapus, Pakar: Debat Bukan Cuma Pemaparan Program

Nasional
Hukuman Angin Prayitno Diringankan Jadi 5 Tahun Penjara

Hukuman Angin Prayitno Diringankan Jadi 5 Tahun Penjara

Nasional
Kritik RUU DKJ, Anies: Demokrasi Kita Harusnya Maju Bukan Mundur

Kritik RUU DKJ, Anies: Demokrasi Kita Harusnya Maju Bukan Mundur

Nasional
Ketika Prabowo Makan Siang bersama Lesti Kejora hingga Nikita Mirzani...

Ketika Prabowo Makan Siang bersama Lesti Kejora hingga Nikita Mirzani...

Nasional
Soal RUU DKJ, Mendagri: Pemerintah Tak Setuju Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden

Soal RUU DKJ, Mendagri: Pemerintah Tak Setuju Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden

Nasional
Cerita Alam Ganjar soal 'Privilege' dan Godaan Jadi Anak Pejabat

Cerita Alam Ganjar soal "Privilege" dan Godaan Jadi Anak Pejabat

Nasional
Kampanye di Lampung, Anies Berikan Nama Adil untuk Anak Sapi

Kampanye di Lampung, Anies Berikan Nama Adil untuk Anak Sapi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com