Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua PPK Kementerian PUPR Divonis 4 Tahun Penjara

Kompas.com - 07/08/2019, 20:31 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Meina Woro Kustinah dan Donny Sofyan Arifin, divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (7/8/2019).

Keduanya dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Vonis terhadap Meina dibacakan oleh hakim Frangki Tambuwun. Sementara vonis terhadap Donny dibacakan oleh hakim Emilia Djaja Subagia.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Meina Woro Kustinah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut," kata hakim Frangki saat membacakan amar putusan terhadap Meina.

Baca juga: Kasatker Kementerian PUPR Divonis 6 Tahun Penjara

Sementara, hakim Emilia membacakan putusan yang sejenis terhadap Donny setelah putusan Meina dibacakan.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan Meina adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan perbuatan terdakwa dapat merusak kualitas proyek pemerintah.

Hal yang meringankan Meina adalah bersikap sopan di persidangan, mengakui kesalahannya dan berterus terang, terdakwa telah menyerahkan sebagian uang yang diterimanya dan terdakwa belum pernah dihukum.

Baca juga: Kasus Suap Kementerian PUPR, KPK Periksa Eks Anggota DPR dan Ketua DPRD Maluku

Sementara, hal yang memberatkan Donny, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Adapun hal yang meringankan Donny, terdakwa berlaku sopan di persidangan, terdakwa mengakui kesalahannya dan berterus terang, terdakwa telah menyerahkan uang yang diterimanya kepada KPK.

Khusus pada Meina, hakim mewajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 526 juta dikurangi uang yang dititipkan ke rekening KPK sebesar Rp 110 juta. Artinya, uang pengganti yang dibayarkan sebesar Rp 416 juta.

Ketentuannya, apabila tidak dibayarkan selama 1 bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika hartanya tidak mencukupi, akan diganti dengan hukuman 2 bulan penjara.

Sementara, Donny diketahui telah menyerahkan penerimaan suap Rp 820 juta ke KPK sehingga tidak diperlukan pembayaran uang pengganti.

Hakim menilai keduanya terbukti menerima suap dari Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, dan dua Direktur PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) bernama Irene Irma serta Yuliana Enganita Dibyo.

Menurut hakim, pemberian uang itu agar Meina dan Donny mempermudah pengawasan proyek, sehingga dapat memperlancar pencairan anggaran kegiatan proyek di lingkungan Satuan Kerja PSPAM Strategis dan Satuan Kerja Tanggap Darurat Permukiman Pusat pada Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com