Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Pemilu di Indonesia Dinilai Belum Jujur dan Adil, Ini Alasannya

Kompas.com - 05/08/2019, 13:33 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai bahwa sistem pemilu di Indonesia masih lemah. Hal ini ditandai dari belum terciptanya pemilu yang benar-benar jujur dan adil.

Padahal, prinsip pemilu, yaitu "langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil" adalah cerminan dari negara yang konstitusional.

"Saya kira memang kecenderungan untuk tak jurdil itu kan memang ada," kata Refly dalam sebuah diskusi berjudul "Jalan Pasti Sistem Politik dan Pemilu Indonesia", di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (5/8/2019).

Menurut Refly, seharusnya sistem pemilu di Indonesia mampu melakukan dua hal utama.

Baca juga: Fahri Hamzah: KPU Jangan Ikut Bikin Politik Penyelenggaraan Pemilu

Pertama, sistem diharapkan dapat mencegah praktik ketidakadilan dan ketidakjujuran pemilu.

Kedua, sekalipun tidak tercipta ketidakadilan dan ketidakjujuran, seharusnya ada komponen penegak hukum yang efektif.

"Unfotunately, kita tak punya keduanya," ujar dia.

Refly mencontohkan, tidak adanya prinsip pemilu yang jurdil dan penegak hukum yang efektif melahirkan adanya politik uang.

Banyak terjadi di daerah, calon legislatif yang telah membina konstituen selama bertahun-tahun, dikalahkan perolehan suaranya oleh caleg yang menggunakan 'serangan fajar'.

Baca juga: E-Rekapitulasi Disebut Tak Bisa Cegah Kecurangan Pemilu 100 Persen

Namun, atas hal ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang seharusnya mampu ambil tindakan pun tak bisa banyak berbuat.

"Kita menyaksikan ironi yang luar biasa, orang yakin sekali pemilu kita banyak kecurangan, masih banyak praktik-praktik money politics, tapi hampir tidak ada mereka didiskualifikasi karena faktor-faktor tersebut," kata Refly.

Untuk menyelesaikan persoalan ini, menurut Refly, harus ada efektivitas penegakan hukum. Mata rantai penegakan hukum pemilu harus dipangkas supaya tidak terlalu panjang dan berbelit.

Sebab, jika sistem penegakan hukum terlalu panjang, justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Salah satu penegakan hukum yang solid, harus single dia, tak boleh institusi yang terlibat itu terlalu banyak. Karena apa, satu keputusan institusi bisa dibatalkan institusi lainnya," kata Refly Harun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com