Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Pimpinan KPK Tak Mesti Berlatar Belakang Polri dan Kejaksaan

Kompas.com - 30/07/2019, 14:49 WIB
Christoforus Ristianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar berpendapat, tidak ada keharusan bagi panitia seleksi calon pimpinan KPK untuk memilih pimpinan KPK dengan berlatar belakang kepolisian atau kejaksaan.

"Soal harus ada unsur kejaksaan atau kepolisian di KPK, itu jebakan berpikir saja. Saya bahkan mengatakan, itu mitos yang dibangun sekian kali seakan-akan di KPK harus ada unsur kejaksaan dan kepolisian," ujar Zainal saat diskusi bertajuk "Menyoal Proses Pemilihan Pimpinan KPK" di kantor ICW, Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2019).

Zainal menegaskan, tidak ada kewajiban dalam peraturan perundang-undangan manapun yang menyebutkan bahwa Pimpinan KPK mesti berasal dari instansi penegak hukum tertentu.

Baca juga: Latar Belakang 3 Capim KPK dari Polri Jadi Sorotan, Polri Ingatkan Tak Sebar Fitnah

Apalagi, lanjut Zainal, sebagian besar unsur pada penyidik dan penuntut KPK juga berasal dari kejaksaan dan kepolisian. Oleh sebab itu, tidak ada kebutuhan khusus personel dari kedua institusi itu mengisi kursi pimpinan.

"Penuntut KPK juga sebagian besar dari kejaksaan, begitu juga dengan penyidik dari kepolisian. Jadi, sudah ada perwakilan dua lembaga itu sebenarnya," lanjut dia.

Zainal menyarankan, calon pimpinan yang berlatar belakang kepolisian dan kejaksaan lebih baik kembali berkarya di institusinya masing-masing. Sebab, kejaksaan dan kepolisian juga memiliki tugas pemberantasan korupsi, sama seperti KPK.

"Tidak perlu ada unsur kepolisian dan kejaksaan dalam pimpinan KPK. Silakan kembali ke institusi masing-masing karena mereka juga punya tugas memberantas korupsi, biarkan masing-masing institusi bekerja sesuai dengan kewenanganya," lanjut Zainal.

Baca juga: ICW Minta Pansel Utamakan Integritas Capim KPK

Pendapat serupa diketahui juga pernah diserukan ICW terkait penolakan pimpinan KPK yang berasal dari kepolisian dan kejaksaan.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, merujuk data Lembaga Survei Indonesia di tahun 2018, lembaga yang paling berpotensi melakukan pungutan liar dalam pelayanan birokrasi adalah Kepolisian.

Selain itu untuk Kejaksaan berada di urutan bawah dalam hal tingkat kepercayaan publik.

"Maka dari itu, seharusnya Kapolri beserta Jaksa Agung menjadikan hal ini sebagai prioritas, bukan justru berbondong-bondong mengirimkan wakil terbaiknya untuk menjadi Pimpinan KPK," kata Kurnia.

 

Kompas TV Kepatuhan menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara atau LHKPN menjadi sorotan dalam proses seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023 pasalnya ketua pansel Capim KPK menyebut pelaporan LHKPN bukan kewajiban Capim KPK ICW pun mempertanyakan komitmen pansel dalam memastikan integritas komisioner KPK ke depan. Lalu apa yang membuat pansel Calon Pimpinan KPK tidak mengharuskan pelaporan LHKPN bagi calon pimpinan KPK kali ini? lalu bagaimana publik mengukur integritas para calon pimpinan lembaga rasuah bila asal usul kekayaannya tidak diketahui? #CapimKPK #KPK #LHKPN
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com