JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu mendukung permohonan amnesti yang diajukan Baiq Nuril Maknum, mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram.
Amnesti diajukan kepada Presiden Joko Widodo setelah Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila.
"Presiden bisa memberikan amnesti berupa pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu," ujar Masinton saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/7/2019).
Baca juga: Baiq Nuril Tak Ajukan Grasi, Berharap Amnesti Jokowi
Menurut Masinton, Komisi III pasti akan melihat unsur keadilan yang hidup di masyarakat dalam memberikan pertimbangan.
"DPR pasti mempertimbangkan unsur keadilan yg hidup dalam masyarakat," kata Masinton.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi menyebutkan bahwa akibat dari pemberian amnesti adalah semua akibat hukum pidana terhadap orang- orang yang diberikan amnesti dihapuskan.
Sementara dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945
Namun demikian Masinton belum dapat memastikan secara spesifik pertimbangan apa yang akan diberikan oleh Komisi III.
Ia mengatakan, pertimbangan tersebut secara teknis harus dibahas dulu dalam rapat di DPR.
"Teknis dan mekanismenya harus dibahas oleh DPR," ucapnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi berharap Presiden Joko Widodo memberikan amnesti terhadap Nuril.
Joko mengatakan, amnesti Jokowi merupakan harapan yang ditunggu oleh Nuril.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Mataram sempat membebaskan Nuril 2017 silam. Namun, jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan kasasi.
MA mengabulkan kasasi dengan menghukum Nuril enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta, subsider 3 bulan penjara.
Baca juga: Pengacara: Baiq Nuril Siap Jalankan Putusan Meski Kecewa
Hakim MA menilai hukuman itu dijatuhkan pada Nuril lantaran telah merekam percakapan asusila Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, H Muslim. Perbuatan Nuril dinilai membuat keluarga besar Muslim menanggung malu.
Nuril kemudian mengajukan Permohonan PK terhadap putusan MA, Nomor 574K/PID.SUS/2018 tanggal 26 September 2018, Juncto putusan Pengadilan Negeri Mataram, Nomor 265/Pos.Sus/2017/PN Mtr tanggal 26 Juli 2017.
Namun, MA menolaknya, Atas penolakan itu, Nuril akan menghadapi hukuman penjara enam bulan dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.