Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang Putusan MK, Bagaimana Peluang Prabowo-Sandi Menangkan Sengketa Pilpres?

Kompas.com - 27/06/2019, 08:49 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peluang pasangan calon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memenangkan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai sangat kecil.

Ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan, kesempatan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 tersebut tipis karena alat bukti yang disertakan tidak cukup kuat pada persidangan pembuktian di MK.

"Menurut saya sebetulnya memang kecil. Kita kan enggak lihat alat bukti surat. Banyak sekali dalil yang tidak berhasil dibuktikan oleh kuasa hukum pemohon," kata Bivitri saat ditemui di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).

Baca juga: KPU: Terlalu Banyak Drama yang Dihadirkan Saksi Kubu Prabowo

Menurutnya, kubu Prabowo-Sandi juga tidak mampu menunjukan bukti-bukti tudingan kecurangan pilpres terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Sehingga, dalil permohonan dinilai sangat lemah.

Untuk itu, lanjutnya, kubu 02 harus menerima apa pun hasil putusan MK, karena sifatnya sudah final.

"Kalau sudah keluar (putusan), tidak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan. Itu saja, jadi ya diterima saja," ungkap Bivitri.

Bivitri juga melihat kinerja hakim sudah benar-benar maksimal. Untuk itu, diharapkan putusan pun akan jujur dan adil. 

Baca juga: Pakar Sebut MK Perlakukan Tim Hukum Prabowo-Sandi Secara Terhormat

"Kalau pengamatan saya, dilihat dari bagaimana hakim bertanya, mengelola sidang, saya kira tidak akan terlalu sulit untuk hakim menentukan putusan. Sudah cukup jelas, bahwa cukup banyak sebetulnya dalil yang gagal dibuktikan," ujarnya.

MK akan membacakan putusan sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres pada Kamis, 27 Juni 2019 pukul 12.30 WIB.

Sebelum menggelar sidang putusan, majelis hakim terlebih dahulu memeriksa dan mendengarkan keterangan saksi dari pihak pemohon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan terkait Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Baca juga: JEO-Pokok Perkara dan Jawaban Tergugat Sidang MK Sengketa Pilpres 2019

Kompas TV Rahmadsyah, saksi dari tim pengacara BPN Prabowo-Sandi saat sidang di Mahkamah Konstitusi ditahan di lembaga pemasyarakatan Labuhan Ruku, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara. Kasipidum Kejaksaan Negeri Batubara, Edy Syahjuri Tarigan menyatakan pengalihan penahanan Rahmadsyah dari tahanan kota menjadi tahanan rutan Labuhan Ruku dilakukan untuk memperlancar persidangan. Edi menegaskan penahanan ini berdasarkan penetapan hakim Pengadilan Negeri Kisaran yang menilai terdakwa tidak kooperatif selama berstatus tahanan kota. #PutusanMK #SaksiPrabowo #SengketaPilpres2019
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com