JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menyebut, terlalu banyak drama yang dihadirkan dalam keterangan saksi paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi pada sidang sengketa hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Drama ini dipertontonkan kepada seluruh rakyat Indonesia, lantaran sidang terbuka untuk umum dan ditayangkan oleh banyak media massa.
"Jadi terlalu banyak drama yang menurut saya ini membahayakan karena ini ditonton oleh seluruh rakyat Indonesia," kata Wahyu dalam sebuah diskusi di DPP PA GMNI, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).
Baca juga: Jika Putusan MK Tolak Permohonan Prabowo, KPU Lakukan Penetapan 3 Hari Setelahnya
Wahyu menyinggung keterangan yang disampaikan saksi 02 bernama Beti Kristiana.
Dalam persidangan, saksi tersebut mengaku melihat tumpukan amplop resmi yang digunakan untuk menyimpan formulir C1 di halaman kantor Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali, pada 18 April 2019 pukul 19.30 WIB atau sehari setelah pencoblosan.
Saksi mengaku datang ke kantor kecamatan tersebut dari tempat tinggalnya di Kecamatan Teras, dan menempuh waktu selama tiga jam lantaran jalanan tidak beraspal.
Baca juga: KPU Sebut Pernyataan Saksi 02 soal Amplop Tak Sesuai Fakta
Menurut Wahyu, keterangan tersebut tidak dapat dibenarkan.
"Terkait dengan Boyolali, Juwangi, saya orang Jawa jadi saya paham. Di Jawa itu hampir tidak ada jalan apalagi jalan kecamatan yang tidak beraspal. Terus kemudian kita juga cek ternyata Ibu Beti itu bukan warga Boyolali, tetapi warga Kabupaten Semarang," ujarnya.
Wahyu mengatakan, drama ini berbahaya lantaran tidak semua masyarakat terliterasi dengan baik.
Baca juga: Saksi Prabowo-Sandiaga Mengaku Lihat Tumpukan Sampah Berupa Amplop Formulir C1
Ada sejumlah masyarakat yang literasinya terbatas, sehingga mereka tidak bisa membedakan mana informasi yang fakta, mana yang opini, dan mana yang bohong.
"Nah ini menjadi kewajiban kita untuk meluruskan hal-hal yang tidak benar," kata Wahyu.