Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Darwinisme Kuasa dalam Demokrasi

Kompas.com - 31/05/2019, 21:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEMOKRASI pascareformasi memang lahir atas asumsi kecurangan kekuasaan. Ada begitu banyak tuduhan yang dilontarkan ke batang hidung penguasa Orde Baru ketika itu.

Namun, toh setelah Soeharto tak lagi jadi presiden, tak ada yang mampu membawanya ke penjara atas berbagai asumsi tuduhan yang dialamatkan kepadanya jauh hari sebelum reformasi dan jauh hari setelahnya.

Tokoh-tokoh yang membesarkan namanya dengan pernak-pernik reformasi tampaknya hanya mengincar apa yang dinikmati oleh Soeharto dan kroni-kroninya dengan jurus-jurus antibranding.

Mereka selalu menjual keburukan Orde Baru untuk melegitimasi posisi yang mereka duduki dan pelan-pelan menjiplak cara-cara Soeharto dalam mereaksi berbagai hal yang muncul.

Nyatanya, memang begitulah logika di balik proses transisi dari satu kekuasaan menuju kekuasaan lainnya.

Perbedaan mencolok hanya terdapat pada cara yang digunakan. Ketika ditumbangkan, Soeharto belum lama memgumumkan kemenangannya atas Pemilu 1997. Artinya, cara pergantian rezim yang diambil oleh publik adalah dengan "kengototan massal" yang inkonstitusional.

Ditambah lagi dengan ekonomi yang mulai memperlihatkan gejolak negatif, antipati publik yang mulai masif, pun oportunisme elite-elite yang mulai goyang keyakinannya terhadap penguasa kala itu.

Jadi, perpaduan antara "pertunjukan masif" dari antipati publik dan "pengkhianatan" elite pendukung Orde Baru menjadi awal dari runtuhnya rezim Soeharto.

Terlepas dari puja-puji kita kepada Bacharuddin Jusuf Habibie atau Wiranto, misalnya, keduanya jelas-jelas adalah bagian aktif dari Orde Baru.

Begitu pula dengan Prabowo Subianto dan Susilo Bambang Yudhoyono, yang memang sudah menikmati posisi lumayan strategis ketika itu.

Adapun Megawati Soekarnoputri cs adalah bagian pasif yang menjadi "korban" politik rezim karena dianggap sebagai bagian terdekat dari rezim pendahulu Orde Baru.

Berbagai rekayasa politik sudah barang tentu pernah diujicobakan kepada gerbong Megawati, terutama di saat ia mulai ikut berpolitik. Memang begitulah kekuasaan berlaku di sini.

Jadi takala penguasa hari ini dicurigai macam-macam oleh banyak pihak yang kurang mendukungnya, maka secara "historis" dan secara logika politik, aroma kebenarannya masih bisa diterima oleh hidung kita.

Mengapa demikian? Karena memang begitulah kekuasaan berlaku.

Bukankah demokrasi terpimpin ataupun demokrasi Orde Baru pada mulanya dianggap sebagai solusi, lalu pada akhirnya dianggap sebagai masalah?

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com