Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karen Agustiawan: Baru Pertama Kali Bisnis Hulu Migas Dianggap Pidana Korupsi

Kompas.com - 29/05/2019, 19:37 WIB
Abba Gabrillin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Galaila Agustiawan menyampaikan kekecewaannya terhadap tuntutan pidana yang disampaikan jaksa terhadapnya. Karen merasa diirinya sebagai korban kriminalisasi.

Hal itu dikatakan Karen saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi pribadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (29/5/2019).

"Para pegiat hulu migas nasional maupun internasional berpendapat bahwa kasus BMG ini lah yang pertama kali ada di dunia, bahwa bisnis hulu migas yang sifatnya uncertainty, dapat dikriminalisasi sebagai sebuah tindak pidana korupsi," ujar Karen saat membacakan pleidoi.

Menurut Karen, jika kriminalisasi tersebut dibenarkan, maka jangan harap Pertamina dapat bersaing menjadi singa Asia mengalahkan Petronas Malaysia. Secara tidak langsung, Pertamina tidak akan memiliki pemahaman bisnis hulu migas.

Baca juga: Dituntut 15 Tahun Penjara, Karen Agustiawan Merasa Jaksa Abaikan Fakta Sidang

Karen mengatakan, kondisi ini akan berdampak pada kemandirian energi Indonesia. Tanpa kemampuan bisnis hulu migas, Indonesia akan terus bergantung pada impor.

"Jangan bermimpi bisa mandiri energi kalau terus bergantung impor, akibat tata kelola pemerintahan dalam bidang migas tidak memiliki kepastian hukum," kata Karen.

Karen membantah telah melanggar prosedur dalam proses akuisisi yang dilakukan Pertamina di Australia. Menurut Karen, semua prosedur telah dilakukan mulai dari persetujuan direksi dan komisaris, hingga kajian dan uji kelayakan untuk mencegah risiko.

Menurut dia, persetujuan yang dia berikan dilakukan atas kewenangannya yang diatur dalam peraturan.

Baca juga: Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Dituntut Bayar Rp 284 Miliar

Selain itu, menurut Karen, akusisi bisnis hulu menjadi ilmu yang belum dipahami. Saat menjadi direksi Pertamina, Karen merasa akuisisi bisnis hulu di luar negeri harus segera dilakukan.

Karen merasa dirinya dipidana hanya karena aksi korporasi yang gagal.

Karen dituntut 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Karen juga dituntut hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 284 miliar.

Karen didakwa telah mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

Baca juga: Merasa Dipidana karena Aksi Korporasi, Karen Sebut Kasusnya Bisa Jadi Preseden Buruk

Karen dianggap memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu. Karen dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).

Selain itu, menurut jaksa, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.

Menurut jaksa, perbuatan Karen itu telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia. Kemudian, sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatan Karen telah merugikan negara Rp 568 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com