Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala BSSN Anggap Ujaran Kebencian Jadi Persoalan Etika Masyarakat

Kompas.com - 28/05/2019, 08:26 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian berpendapat pemerintah tidak perlu mengatur secara lebih spesifik untuk mencegah penyebaran ujaran kebencian di media sosial.

Menurut Hinsa, masalah ujaran kebencian di media sosial masuk kategori etika.

“Masa urusan begitu juga harus pemerintah juga (yang urus) orang maki-maki. Itu kan masalah etika, sopan-santun, budaya,” kata Hinsa saat membuka sebuah diskusi di kantor BSSN, Jakarta, Senin (27/5/2019).

Baca juga: Sebarkan Ujaran Kebencian Kepada Kepala Negara, PNS di Aceh Ditangkap

Dia menuturkan, permasalahan etika bisa diselesaikan dengan pendekatan pendidikan tata krama dan sopan santun baik di institusi pendidikan maupun lingkungan sosial. Pendidikan dan peran orang tua penting dalam mencegah penyebaran ujaran kebencian di media sosial.

Mantan purnawiranan TNI itu juga meminta para buzzer media sosial tidak memperkeruh situasi di media sosial. Hinsa mengimbau semua pihak menghentikan penyebaran ujaran kebencian.

“Kami mengimbau, tindakan-tindakan seperti itu dihentikan, tidak ada gunanya,” ujar Hinsa.

Sementara itu, penyebaran ujaran kebencian dan hoaks tercatat massif pada masa kampanye Pemilu 2019. Setelah itu, pada saat menjelang hingga setelah aksi 22 Mei 2019, penyebaran hoaks dan ujaran kebencian kembali meningkat.

Baca juga: Sebar Ujaran Kebencian Terhadap Kapolri, Narapidana Ditangkap

Meski pemerintah sudah melakukan pembatasan akses ke sejumlah platform media sosial pada 22-24 Mei, penyebaran hoaks dan ujaran kebencian tidak bisa dibendung sepenuhnya.

Kemenkominfo mencatat setidaknya 30 hoaks beredar di media sosial pada 21-24 Mei 2019. Hoaks itu disebar dalam ratusan url yang tersebar di platform media sosial mainstream seperti Instagram, Twitter, dan Facebook.

Kompas TV Pemerintah membatasi sementara akses media sosial terutama fitur pengiriman gambar dan video di media sosial serta aplikasi pesan berbalas Whatsapp. Pembatasan ini diberlakukan sejak hari Rabu agar masyarakat tak terpengaruh informasi terkait aksi 22 Mei yang belum terverifikasi. Sejauhmana efektivitas pembatasan akses media sosial ini terhadap penyebaran konten berita bohong, ujaran kebencian, aksi anarkistis, paham radikal serta terorisme? Lalu apakah memiliki dampak bagi kehidupan berdemokrasi masyarakat pasca-Pemilu 2019? KompasTV akan membahasnya bersama staf ahli Menko Polhukam Sri Yunanto dan Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia MUI Kyai Haji Kholil Nafis. #MediaSosial #Bawaslu #Aksi22Mei
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com