Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut ICW, Ini Tiga Pola Korupsi Peradilan...

Kompas.com - 05/05/2019, 11:26 WIB
Abba Gabrillin,
Kurnia Sari Aziza

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) memetakan pola korupsi yang terjadi di sektor pengadilan, khususnya yang melibatkan hakim.

Menurut ICW, setidaknya, ada tiga pola yang sering digunakan pihak tertentu untuk melakukan praktik suap.

"Tertangkapnya seorang hakim di Balikpapan, semakin menguatkan kesimpulan bahwa ada persoalan serius dalam konteks pengawasan di lingkungan Mahkamah Agung," ujar aktivis ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/5/2019).

Baca juga: Hakim Kembali Terjerat Kasus Korupsi, KPK Minta MA Serius Lakukan Perbaikan Internal

Pola pertama sering terjadinya praktik korupsi adalah saat pemohon mendaftarkan perkara di pengadilan.

Pada saat ini, korupsi terjadi dalam bentuk permintaan uang jasa.

Ini dimaksudkan agar salah satu pihak mendapatkan nomor perkara lebih awal, lalu oknum di pengadilan menjanjikan dapat mengatur perkara tersebut.

Baca juga: Jokowi Reshuffle Menteri yang Terseret Pusaran Kasus Korupsi?

Pola kedua pada tahap sebelum persidangan. Korupsi pada tahap ini untuk menentukan majelis hakim yang dikenal dapat mengatur putusan.

Sementara, pola ketiga terjadi saat persidangan. Modus ini yang paling sering dilakukan, caranya dengan menyuap para hakim agar putusannya menguntungkan salah satu pihak.

"Gambaran pola tersebut patut untuk dijadikan perhatian bersama, agar ke depan tidak ada lagi pihak yang menambah catatan kelam dunia pengadilan Indonesia," katanya. 

Baca juga: Hakim Kembali Ditangkap KPK, Hatta Ali Didesak Mundur sebagai Ketua MA

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan hakim di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kayat, sebagai tersangka. Kayat diduga menerima suap terkait penanganan perkara di PN Balikpapan pada 2018.

Selain Kayat, KPK juga menetapkan Sudarman dan seorang advokat bernama Jhonson Siburian. Keduanya diduga sebagai pihak pemberi suap.

Diduga, penyerahan uang kepada Kayat sebagai fee untuk membebaskan terdakwa Sudarman dari perkara pidana.

Baca juga: Tagih Uang Suap, Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan Gunakan Istilah Oleh-oleh

Dalam operasi tangkap tangan, KPK menyita uang sebesar Rp 227.500.000 dari total Rp 500 juta yang dijanjikan oleh Sudarman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com