Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPI Ingatkan Lembaga Penyiaran soal Sanksi Pidana jika Langgar Publikasi "Quick Count"

Kompas.com - 16/04/2019, 18:29 WIB
Retia Kartika Dewi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Hardly Stefano Pariela menyatakan bahwa ada sanksi pidana untuk lembaga penyiaran yang melanggar aturan penayangan hitung cepat atau quick count.

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, maka hasil quick count baru bisa disiarkan dua jam setelah pemungutan suara di wilayah WIB berakhir. Dengan demikian, quick count dapat ditayangkan pukul 15.00 WIB.

"Ada konsekuensi pidana pemilu jika aturan tentang publikasi hitung cepat ini dilanggar," ujar Hardly yang merupakan Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI, dalam rilis yang diterima, Selasa (16/4/2019).

Aturan ini harus dipatuhi guna menindaklanjuti putusan MK yang menolak permohonan uji materi terkait publikasi quick count yang diajukan Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) dan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI).

"Dengan putusan MK ini, berarti Surat Edaran KPI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum tahun 2019 di Lembaga Penyiaran, berlaku seluruhnya, termasuk pengaturan waktu publikasi hasil hitung cepat," ujar Hardly.

Baca juga: KPI Ingatkan Lembaga Penyiaran Patuhi Aturan Quick Count Pemilu 2019

Dalam penyiaran hasil hitung cepat, KPI meminta lembaga penyiaran untuk menginformasikan penyiaran hitung cepat dengan benar, seimbang, dan bertanggung jawab.

Kemudian, mengedepankan fungsi pendidikan politik dan kontrol sosial dalam mengawal pemilu juga diperlukan melalui penyiaran.

Adapun kehadiran lembaga penyiaran ini sebagai penyampai informasi yang valid dan juga menjadi kontrol sosial atas pelaksanaan pemilu ini.

"Jika memang terdapat masalah dalam penyelenggaran pemilu, lembaga penyiaran diharapkan senantiasa merujuk pada pendapat penyelenggara pemilu yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan masalah," ujar Hardly.

Baca juga: Menanti "Quick Count", Polemik Pasca-Putusan MK...

Sehingga, fungsi kontrol sosial yang diemban lembaga penyiaran dapat berlangsung secara konstruktif.

Dalam proses penghitungan cepat, Hardly mengingatkan agar lembaga penyiaran mengambil hasil hitung cepat dari lembaga survey yang telah terdaftar di KPU.

Selain itu, lembaga penyiaran diminta menampilkan lebih dari satu lembaga survey agar ada perbandingan data bagi publik.

Hardly juga meminta televisi dan radio agar menjelaskan pada publik bahwa hasil hitung cepat bukanlah hasil resmi dari penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, jika ada informasi hasil yang beredar sebelum waktu yang telah ditetapkan, maka hasil tersebut patut diragukan validitasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com