JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) berubah sikap soal hitung cepat atau quick count dalam pemilu.
Pada pemilu 2009 dan 2014 lalu, MK membuat putusan yang memperbolehkan hasil hitung cepat bisa langsung dipublikasikan sejak pagi hari.
Namun, pada pemilu 2019 ini, MK menguatkan aturan di Undang-undang Pemilu bahwa quick count baru bisa dipublikasikan dua jam setelah pemungutan suara di zona Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) berakhir.
Baca juga: Menanti Quick Count, Polemik Pasca-Putusan MK...
Dalam putusannya yang dibacakan pada sidang Selasa (16/4/2019) siang ini, MK turut menjelaskan alasan dan dasar perubahan sikapnya.
"Menimbang bahwa secara doktriner maupun praktik, dalam pengujian konstitusionalitas undang-undang, perubahan pendirian Mahkamah bukanlah sesuatu yang tanpa dasar. Hal demikian merupakan sesuatu yang lazim terjadi," kata Hakim MK Enny Nurbaningsih saat membacakan putusan.
MK mencontohkan praktik pengadilan di Amerika Serikat bahwa lumrah terjadi perubahan pendirian dalam hal yang berkaitan dengan konstitusi.
Baca juga: KPI Ingatkan Lembaga Penyiaran Patuhi Aturan Quick Count Pemilu 2019
MK mencontohkan kasus pemisahan sekolah warna berdasarkan warna kulit di AS. Pada 1896, MK Amerika Serikat menyatakan hal itu bukan diskriminasi atas dasar prinsip separate but equal (terpisah tetapi sama).
Namun, pendirian itu diubah pada 1954. Supreme Court memutuskan pemisahan sekolah yang didasarkan atas dasar warna kulit adalah bertentangan dengan Konstitusi.
"Oleh karena itu, Indonesia yang termasuk ke dalam negara penganut tradisi civil law, yang tidak terikat secara ketat pada prinsip precedent atau stare decisis, tentu tidak terdapat hambatan secara doktriner maupun praktik untuk mengubah pendiriannya," ucap Enny.
Baca juga: Asosiasi TV Nilai Putusan MK soal Quick Count Mengganjal
Hal yang terpenting, sebagaimana dalam putusan-putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat, MK juga menjelaskan mengapa perubahan pendirian tersebut harus dilakukan.
MK menilai, jika hasil quick count langsung dipublikasikan, maka hal tersebut bisa mempengaruhi pemilih yang belum menggunakan hak suaranya.
MK khawatir saat hasil quick count langsung dipublikasikan, ada sejumlah masyarakat yang belum menyalurkan hak pilihnya di wilayah Indonesia barat. Apalagi ditengah kemajuan teknologi informasi yang ada sekarang, hasil quick count bisa tersebar dengan cepat.
Baca juga: PDI-P Akan Pantau Quick Count di Kediaman Megawati di Kebagusan
"Pengumuman hasil penghitungan cepat demikian, yang karena kemajuan teknologi informasi dapat dengan mudah disiarkan dan diakses di seluruh wilayah Indonesia, berpotensi memengaruhi pilihan sebagian pemilih yang bisa jadi mengikuti pemungutan suara dengan motivasi psikologis “sekadar” ingin menjadi bagian dari pemenang," ucap Hakim Enny.
Selain itu, MK juga mempertimbangkan kemungkinan lembaga survei dan media yang mempublikasikan hasil quick count berafiliasi dengan pasangan calon tertentu.
Pertimbangan lainnya, quick count bukanlah bentuk partisipasi masyarakat yang sepenuhnya akurat karena di dalamnya masih mengandung rentang kesalahan (margin of error).
Baca juga: Denny JA Pertanyakan Putusan MK soal Quick Count Pemilu 2019