Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Warsono, MS
Guru Besar Unesa

Guru Besar di Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya

Jual Beli Suara dan Disfungsional Demokrasi

Kompas.com - 15/04/2019, 16:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam sistem demokrasi, yang memegang kedaulatan negara adalah individu-individu dari setiap warga negara.

Mereka mempunyai kebebasan untuk berpendapat dan hak ikut menentukan arah negara. Apalagi dalam demokrasi langsung, warga negara bisa memilih menentukan siapa yang akan menjadi presidennya.

Dalam kontestasi politik, seperti pemilihan presiden, kebebasan dan hak berpendapat sering disalahgunakan oleh orang-orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri untuk menghasut masyarakat dengan menyebarkan berita-berita bohong.

Penyebaran berita bohong dimaksudkan sebagai cara untuk menghegemoni masyarakat guna memperoleh suara.

Menjelang pilpres maupun pemilihan kepala daerah, banyak berita bohong tersebar di media sosial.

Tindakan seperti ini merupakan cara yang tidak mendidik dan bisa menjadi sumber konflik horisontal. Apalagi jika berita bohong tersebut menggunakan isu yang sangat sensitif, seperti agama yang bisa menimbulkan konflik horizontal.

Banyaknya hoaks dalam kontestasi politik menjelang pilpres merupakan bukti bahwa kebebasan yang tidak disertai dengan tanggung jawab untuk kepentingan bangsa dan negara bisa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Ryamur Lipset telah mengingatkan bahwa demokrasi yang baik membutuhkan prasyarat. Salah satu di antaranya adalah warga negara yang cerdas dan kondisi ekonomi yang baik.

Apa yang disampaikan Lipset tersebut bisa dimaklumi. Karena, jika warga negara tidak cerdas akan mudah dihegemoni dengan berita-berita bohong. Masyarakat digiring untuk memilih calon tertentu sesuai keinginan si pembuat hoaks.

Selain itu, kemiskinan juga dapat menjadikan seseorang bersikap pragmatis karena hanya berpikir untuk hari ini, sehingga mudah terpapar politik uang.

Politik uang sendiri dipicu oleh sikap pragmatis dan ketidakpahaman warga negara tentang demokrasi. Sebagai pemegang kedaulatan, sebagian warga negara justru menjual  suaranya untuk kepentingan sesaat.

Dengan dalih memilih merupakan hak, warga menjual suaranya dan para elite politik harus membeli suara tersebut untuk menjadi wakil rakyat.

Sikap pragmatis dan pemahaman bahwa memilih merupakan hak sebagai salah satu sebab tingginya angka korupsi di Indonesia. Para elite politik harus menyediakan banyak uang untuk membeli suara rakyat.

Jual beli suara pada gilirannya akan mendorong para politisi melakukan korupsi. Banyaknya elite politik yang terkena operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan indikator bahwa demokrasi membutuhkan biaya mahal. Korupsi bukan semata-mata untuk memperkaya diri, tetapi karena untuk membeli suara.

Jual beli suara merupakan disfungsional sistem demokrasi. Robert Merton menyatakan bahwa setiap sistem bersifat fungsional dan disfungsional.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com