JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau kepada masyarakat untuk mengutamakan rekam jejak saat menentukan pilihannya di Pemilu 2019 pada 17 April 2019 nanti.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, masa tenang yang ada saat ini bisa dimanfaatkan publik untuk melihat kembali rekam jejak calon yang akan dipilih.
"Karena ini sudah minggu tenang, maka pertama, masih ada waktu untuk kembali merenungkan track record yang akan dipilih, walau sudah ada pegangan siapa yang akan dipilih," kata Saut kepada Kompas.com, Senin (15/4/2019).
Saut menegaskan, pihaknya selalu menginginkan kontestasi politik yang cerdas dan berintegritas. Oleh karena itu, upaya ini harus didukung oleh seluruh pihak, mulai dari peserta pemilu, penyelenggara pemilu, dan masyarakat selaku pemilih.
Baca juga: Buka-bukaan Biaya Caleg demi Kursi di Senayan
Ia juga mengingatkan semua pihak untuk melawan politik uang. Caranya, dengan peserta pemilu tidak memberi uang kepada pemilih dan penyelenggara. Selain itu, penyelenggara dan pemilih juga harus menolak apabila ditawari uang oleh peserta pemilu.
"Money politic bisa menyerang siapa saja. Untuk itu agar dihindari. Termasuk menghindari money politic kepada penyelenggara pemilu," katanya.
Senada dengan Saut, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif juga menginginkan Pemilu 2019 berjalan dengan adil dan jujur. Caranya dengan menolak politik uang dan melihat rekam jejak.
"KPK mengimbau kepada masyarakat agar tidak meminta uang dan menolak pemberian uang dari calon legislatif," kata dia, Senin pagi.
Laode juga mengingatkan peserta Pemilu 2019 untuk tak menawarkan menawarkan uang kepada masyarakat.
"Ayo kita laksanakan pesta demokrasi dengan jujur dan adil," ungkapnya.
Pada kesempatan sebelumnya, Laode pernah menegaskan, politik uang justru merugikan pemilih sendiri.
"Kalau dia tawari Rp 100.000, enggak usah Rp 100.000 deh, Rp 1 juta. Rp 1 juta, kamu bagi dengan 5 tahun. Satu tahun itu berapa? 365 hari. 365 hari kali 5 berapa? 1.500-an (hari). Jadi Rp 1 juta dibagi 1.500 (hari) berapa? Sedikit banget. Jadi harga kamu itu sedikit banget," ujarnya dalam diskusi #PilihYangJujur di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Jumat (22/3/2019) sore.
Ia menjelaskan, apabila calon yang berpolitik uang terpilih, potensi dia melakukan tindak pidana korupsi sangat tinggi. Padahal mereka memiliki fungsi yang besar yang harus dipertanggungjawabkan ke publik.
"Orang yang membayar itu tidak lagi datang siap mengayomi, menjalankan amanah rakyat. Jungkir balik siap, enggak mungkin. Oleh karena itu kita menolak yang namanya politik uang. Jangan mau sekali dibayar," kata dia
Laode juga menekankan publik menggali berbagai informasi menyangkut calon pilihannya. Hal itu guna memastikan apakah mereka patut dipilih.
"Jadi kita cari, oh pas di Google dia mantan napi koruptor, singkirkan. Oh dia pernah KDRT, enggak. Kan (informasi di) Google banyak sekarang," kata Laode.
Apabila tak menemukan catatan kejahatan yang dilakukan calon pilihannya, pemilih bisa mengamati kontribusi-kontribisi mereka di lingkungan sekitarnya. Jika tetap tak menemukan kontribusi positifnya, lebih baik tidak usah dipilih.
"Kalau enggak ada, ya, enggak usah dipilih. Ya walaupun dasinya bagus, cantik, senyumnya dari kiri, kanan, cantik banget, enggak ada gunanya. Karena kita bukan memilih bintang iklan," ungkap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.