Pakar Psikologi Politik Profesor Hamdi Muluk memiliki data lain soal ini. Dari hasil penelitian yang beberapa sudah termuat dalam Jurnal Internasional, ada dua hal yang menjadi perhatian para pemilih: ketenaran (popularity) dan keberadaan (availability) .
Ketenaran atau popularitas penting. Pemilih tidak akan memilih caleg yang tidak mereka kenal.
Namun ketenaran ini bisa jadi tidak berlaku umum. Artinya hanya berlaku pada lingkungan pemilihnya saja.
Sementara, keberadaan juga penting. Keberadaan adalah soal kedekatan, kehangatan, dan kehadiran caleg di lingkungan para pemilihnya.
Sayangnya, untuk mendapatkan ketenaran dan keberadaan butuh dana yang besar.
Lalu bagaimana dengan hitungan Suhandi di atas?
Bisa jadi Suhandi mendapatkan keduanya dengan biaya murah. Para pengemudi Ojol bisa dijangkau melalui grup-grup percakapan. Sebagai satu-satunya caleg dari ojol, ia memiliki distingsi. Ada potensi untuk menjadi populer.
Soal keberadaan, Suhandi memiliki peluang mewujudkannya saat ia mangkal. Di pangkalan-pangkalan Ojol ia hadir dan mengomunikasinya dirinya.
Kedua hal ini bisa dilakukan Suhandi nyaris tanpa uang sama sekali.
Pertanyaannya, akankah upaya Suhandi ini berhasil? Kita tunggu hasil pencoblosan 17 April nanti.
Dari fenomena ini, setidaknya ada hal yang diapresiasi positif, yakni soal hak sebagai warga negara untuk memilih dan dipilih. Ini bicara soal literasi budaya politik yang positif.
Pada 2014 tak sedikit caleg yang berupaya melebihi batas kemampuan ekonominya: meminjam uang, menggadaikan barang, habis-habisan dan tak terpilih. Depresi menjadi ancaman.
Memang ini bukan soal hitungan uang. Konon soal keberpihakan pada cita-cita. Meskipun realita tak bisa sepenuhnya dihilangkan.
Selamat berjuang bagi mereka, semoga amanah dan selalu sadar dalam setiap langkah!
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!