Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
AM Lilik Agung
Trainer bisnis

Mitra Pengelola GALERIHC, lembaga pengembangan SDM. Beralamat di lilik@galerihc.com.

Menjaga Kewarasan Nalar Manusia Indonesia

Kompas.com - 04/03/2019, 11:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERTARUHAN nalar pada era kekinian yang muncul bukan karena klenik, dunia gaib, atau mitologi menjadi pilihan banyak orang. Pun bukan karena penguasa (pemerintah) menjadi diktator dan mengontrol semua aspek kehidupan sehingga meneror orang-orang yang berseberangan dengan ideologi pemerintah.

Pertaruhan nalar justru muncul karena banjir bandang informasi. Media sosial sebagai produk hasil bernalar karena si pencipta memiliki nalar diatas rata-rata, malahan semakin membuat nalar mendapat tantangan maha dahsyat.

Adalah Donald B. Calne, profesor neurologi di The University of British Columbia yang meneliti secara komprehensif tentang nalar melalui buku magnus opusnya, Within Reason: Rationality and Human Behavior (diterjemahkan berbahasa Indonesia dengan judul Batas Nalar: Rasionalitas dan Perilaku Manusia, KPG 2004).

Nalar sejak ribuan tahun lampau diyakini sebagai anugerah yang diterima manusia untuk memberikan kearifan dan kebaikan. Sophocles berucap, nalar adalah puncak anugerah Tuhan kepada manusia.

Aristoteles menambahi bahwa bagi manusia, kehidupan berdasar nalar adalah yang terbaik dan paling menyenangkan, karena nalar tak lain adalah manusia itu sendiri. Maharaja Mogul menggenapi, keunggulan manusia bertumpu pada nalar.

Walaupun begitu, Calne mengutip pakar lainnya, Herbert A. Simon, nalar tak lebih hanyalah perkakas belaka. Nalar tidak dapat menentukan tujuan hidup kita, paling banter nalar hanya dapat memberitahu kita bagaimana caranya menuju ke sana.

Nalar adalah senjata sewaan yang hanya bisa kita gunakan untuk mencapai tujuan apa saja, baik atau buruk. (Batas Nalar, hal 19).

Dalam era digital ini kebaikan dan keburukan yang dilakukan nalar manusia berkelindan menjadi satu. Kisah, berita atau informasi tentang kebaikan yang semuanya berbasis pada fakta bisa menjadi berantakan manakala kabar ini berada ditangan orang yang memiliki pola pikir serba negatif.

Ia bisa mengubah menjadi kisah tentang keburukan dan dengan enteng disebarkan ke berbagai media sosial. Pun kabar, informasi atau apa pun namanya yang serba bohong, namun karena diwartakan oleh orang yang seakan-akan suci dan soleh, kabar ini bisa menjadi warta gembira penuh sukacita.

Politik dan nihilnya nalar

Ada ranah yang hari ini diyakini banyak orang sebagai wilayah di mana nalar dapat menjadi nihil. Ranah itu bernama politik.

Teori klasik menyebut bahwa politik merupakan usaha yang dilakukan warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Benarkah dalam era kekinian muara dari politik adalah kebaikan bersama?

Politik bersinggungan erat dengan kekuasaan. Menjadi tidak terbantahkan manakala untuk mendapat kekuasaan itu para politikus menggunakan segala cara.

Salah satu cara itu menyebarkan kabar serba bohong dan digemakan oleh para pendukungnya sehingga mempengaruhi nalar banyak orang. Kejadian ini sudah jamak terjadi di berbagai negara. Mulai dari pemilu di Amerika dengan kemenangan Donald Trump, Inggris yang keluar dari perjanjian Brexit hingga pemilu di Brazil.

Indonesia tidak ketinggalan. Sebagai negara dengan warga yang menggunakan perangkat telepon pintar per hari paling tinggi sedunia (APP Annie 2018, seperti dikutip oleh CNBC), nalar manusia Indonesia sedang dipertaruhkan.

Gempuran berita hoaks pada tahun politik dan dibumbui dengan penyedap rasa bernama agama, membuat nalar manusia Indonesia diuji.

Apalagi kaum cerdik pandai dan agamawan yang selama ini menjadi benteng nalar dan moral justru ikut bermain dalam membuat atau menyebarkan berita bohong.

Menjaga kewarasan

Pertanyaan berikutnya, bagaimana menjaga nalar tetap cerdas dan waras?

Kesepakatan global untuk menangkal aneka kabar bohong menempatkan berpikir kritis berada pada urutan pertama.

Tahun 1990 pakar manajemen Peter M Senge sudah mengampanyekan perlunya berpikir kritis untuk menyikapi aneka perubahan.

Berpikir kritis model Senge ada dua hal utama: (a) Jangan melihat potret sebagian; lihatlah proses keseluruhan. (b) Jangan melihat sebab-akibat satu arah; lihatlah sebab-akibat antar-bagian.

Secara sederhana implementasi berpikir kritis ini adalah, jika kita mendapat kabar, info, berita atau apa pun namanya yang bombastis dan membuat pikiran berkerut, maka kita wajib untuk mengetahui dari mana sumber berita tersebut. Wajib mencari dan membandingkan dengan berita-berita lainnya.

Kita memotret berita tersebut dari berbagai sudut sehingga memberi kesempatan kepada nalar untuk membuat kesimpulan, berita ini benar atau bohong.

Kedua, berpikir kreatif. Pengertian dari kreativitas adalah proses penciptaan gagasan dan konsep. Ia  berada pada level ide atau imajinasi (pikiran). Kreativitas merupakan induk dari inovasi karena inovasi tak lain proses perwujudan ide-ide kreatif sampai menghasilkan nilai tambah.

Inovasi berada pada level praktik dan nyata. Alhasil inovasi selalu dimulai dengan kreativitas.

Manusia kreatif selalu mengasah diri dengan hal-hal baru. Berkelindan dengan kritis, ia selalu mempertanyakan dan membuat alternatif jawaban.

Ilustrasi hoaksThinkstock Ilustrasi hoaks

 

Nalar sebagai perkakas manusia memperoleh asupan gizi manakala si manusia tersebut kreatif. Kabar bohong, berita miring, info palsu bisa ditangkal dengan kreativitas.

Ketiga, berpikir sistem. Oleh Peter Senge berpikir sistem diartikan sebagai sebuah disiplin (metoda) pemecahan masalah organisasi dengan memanfaatkan perilaku sistem.

Jika berpikir linier lebih melihat ada pohon di hutan, maka berpikir sistem adalah melihat keseluruhan isi hutan, di mana salah satu isi itu tak lain pohon. Hal ini menandakan bahwa berpikir sistem merupakan ketrampilan untuk memahami struktur hubungan antar berbagai faktor.

Ketika ada tokoh mengabarkan ia dianiaya orang tidak dikenal, dengan metode berpikir sistem kabar itu mudah dipatahkan kebenarannya.

Waktu kejadian, rumah sakit yang menjadi rujukan pertama yang didatangi sehabis ia dianiaya dan kemudian ia bersama tokoh lain ramai-ramai menggelar konferensi pers, secara sistem tidak nyambung.

Ada lompatan yang melanggar sistem. Menjadi wajar dalam waktu tidak terlampau lama, kabar bohongnya bisa diketahui orang lain.

Keempat, berpikir bijak. Dalam konteks ini bijak lebih diartikan pada kedewasaan untuk memilih dan memilah informasi. Pun bijak untuk memproduksi dan menyebarkan informasi.

Apabila menerima informasi yang berpotensi menimbulkan konflik, dengan bijak informasi tersebut cukup diputus sampai diri sendiri, bukan untuk disebarkan. Bijak bermedia sosial ternyata merupakan bentuk “spiritualitas” baru dalam bermasyarakat.

Nalar 4.0 yang terdiri dari berpikir: kritis, kreatif, sistem dan bijak tak lain perkakas untuk menghadapi banjir bandang informasi. Sebuah banjir yang berkelindan antara informasi benar dan bohong. Dengan nalar 4.0 informasi benar menjadi relevan, informasi bohong menjadi usang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com