Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jadi Ibu Susi Mau Saya Lapor Berapa, Kan Kurang Ajar Seperti Itu..."

Kompas.com - 13/02/2019, 11:13 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti jengkel kepada sebagian pengusaha perikanan tangkap di Indonesia. Sebab, mereka tidak patuh dan jujur dalam melaporkan hasil ekspornya.

"Dengan kenaikan ekspor kita sebesar 10 sampai 12 persen saja, ternyata yang unreported masih 80 persen lagi," ujar Susi dalam acara diskusi di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (12/2/2019).

Ia mencontohkan, ada pengusaha yang awalnya melaporkan nilai ekspor sebesar Rp 300 juta. Setelah ditelisik oleh KKP, rupanya nilai ekspornya lebih jauh dari itu.

Baca juga: Menteri Susi: Orang Indonesia Diatur Sedikit, Dibilang Mau Bunuh Pengusaha

Setelah ketahuan, pengusaha itu pun melaporkan kembali ke KKP. Rupanya tetap saja yang dilaporkannya tersebut berada jauh di bawah nilai ekspor aslinya.

"Ada yang dari Rp 300 juta menjadi Rp 2 miliar. Jadi 20 ton menjadi 200 ton. Padahal tangkapannya 2.000 ton. Kepatuhan para pengusaha ini masih sangat kurang," ujar Susi.

Untuk mendorong pengusaha perikanan patuh dan jujur, Susi sampai membuat video testimoni yang berisi permintaan agar seluruh pengusaha perikanan tangkap di Indonesia melaporkan nilai ekspor secara jujur ke pemerintah.

Bertengkar dengan Pengusaha

Selain itu, Menteri Susi sampai berkomunikasi langsung dengan para pengusaha lewat pesan singkat.

Baca juga: Menteri Susi: Isu Pangan dan Energi Akan Jadi Konflik di Mana-mana

Kepada satu per satu pengusaha, Menteri Susi meminta agar mereka mencantumkan nilai ekspor sesuai dengan kondisi asli, tidak dikurang-kurangkan.

Ketika berkomunikasi ini, Susi pun sering mendapatkan perlawanan dari pengusaha yang berniat tak jujur.

"Ini contoh pesan Whatsapp saya dengan mereka. Kalau saya tekan, dia jawab, Ibu maunya berapa? Kan sudah Rp 200 juta naik ke Rp 300 juta kemudian Rp 2 miliar. Saya bilang belum cukup. Anda pasti lebih dari itu," ujar Susi.

Baca juga: Kritik Menteri Susi untuk Nelayan Prigi: Harusnya Nelayan Itu Pintar, tapi Kok Bodoh...

"Mereka lalu tanya, sebenarnya KKP maunya apa? Saya jawab lagi, KKP maunya apa, pakai tanda pentung (tanda seru). Jengkel juga. Mereka bilang, jadi Ibu Susi mau saya lapor berapa? Kan kurang ajar seperti itu. Ini pengusaha sama menterinya ngomong begitu coba," lanjut dia.

Susi sebenarnya memahami situasi psikologis pengusaha. Mereka berlaku demikian karena puluhan tahun memang pemerintah tidak pernah tegas dalam hal ini. Susi pun berkomitmen terus memperbaiki dunia perikanan di Indonesia.

"Tapi alhamdulilah, dengan perbaikan-perbaikan, tahun kemarin dalam satu tahun ini kita bisa dapat tambahan angka 600.000 ton. Angka itu saja dikalikan 2 dollar AS saja sudah Rp 12 triliun. Jadi, apa yang dilakukan saat ini harus terus dijaga," ujar Susi.

Kompas TV Ditenggelamkan, tidak ada ampun bagi penangkap ikan ilegal terutama kapal asing. Menteri kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti tak mau berkompromi. Semuanya demi menggenjot produksi konsumsi sampai ekspor hasil laut. Berikut dialog eksklusif segmen khas manuver Jurnalis Kompas TV, Alfania Rizky dengan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com