KOMPAS.com - Mudik merupakan suatu tradisi yang kerap dilakukan banyak orang untuk bisa berkumpul dan bersama keluarga dalam merayakan momen tertentu seperti hari raya.
Tak hanya Lebaran, Natal, atau Tahun Baru, momen mudik juga terjadi saat Tahun Baru Imlek, yang dilakukan keturunan Tionghoa di Indonesia.
Hal ini tidak hanya menjadi fenomena di Indonesia, tapi juga dunia dan negara asalnya, China.
Dikutip dari Harian Kompas, setidaknya terdapat 200 juta jiwa orang di China yang rela menempuh ribuan kilometer dari provinsi di pantai-pantai timur dan selatan Negeri Tirai Bambu itu. Dua wilayah pesisir ini memang menjadi magnet bagi ratusan juta warga China dari pedalaman untuk mencari nafkah.
Bukan hanya liburan, momen Imlek adalah saat yang paling ditunggu- tunggu karena merupakan masa liburan paling langka dalam setahun.
Tidak heran jika jutaan orang tetap antusias untuk antre panjang memadati bandara, stasiun kereta api, dan terminal bus di daratan China.
Kondisi itu juga sama halnya dengan keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia. Mereka berbondong-bondong kembali kepada keluarga untuk berkumpul dan merayakan Imlek bersama-sama.
Baca juga: Tradisi Ruwatan Saat Imlek, dari Melepas Binatang hingga Potong Rambut
Banyak sub-etnis Tionghoa yang ada di Indonesia, seperti Singhua, Hokian, Kanton, Khek, Hailam, Hainan, dan Lenga. Mereka tersebar di beberapa kota di Indonesia.
Walau tiap sub etnis memiliki tradisi berbeda dalam merayakan imlek, momen mudik merupakan hal sama yang selalu ditunggu setiap tahunnya.
Berkumpul bersama keluarga menjadi alasan utama dari tiap acara mudik tahunan tersebut. Apa makna tradisi mudik itu?
Sejarawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Yerry Wirawan mengatakan bahwa tradisi mudik sudah sangat erat bagi etnis Tionghoa, baik itu di negaranya maupun keturunan yang berada di berbagai negara.
"Karena banyaknya orang China yang menjadi perantau, sementara dalam tahun baru mereka harus memberikan hormat kepada orangtua yang biasanya di daerah asal. Karenanya muncul istilah mudik," ujar Yerry, saat dihubungi Kompas.com, akhir pekan lalu (3/2/2019).
Mungkin hanya sebatas jumlah di saja pemudik di China yang membeludak hingga jutaan orang, dan dipersiapkan banyak transportasi.
Hal senada juga dikatakan sama oleh Ravando Lie, sejarawan dan kandidat doktor sejarah Universitas Melbourne ketika dihubungi Kompas.com beberapa waktu yang lalu.