Dari sini jelas bahwa RUU PKS telah mengakomodasi kepentingan korban pelecehan seksual dan hal ini sejalan dengan semangat dari United Nations Women yang menyerukan End Violance Against Women and Girls.
Sebenarnya RUU PKS ini berada di urutan keenam Prolegnas Prioritas 2015-2019, namun entah kenapa sampai saat ini belum kunjung juga disahkan.
Penulis sempat menanyakan hal ini kepada salah satu anggota Komisi VIII DPR RI yang ikut membahas RUU PKS ini. Namun jawaban beliau adalah karena mayoritas anggota Komisi VIII sedang membahas RUU Pengelolaan Ibadah Haji dan Penyelenggaraan Umrah.
Belajar dari kasus Baiq Nuril inilah, penulis memandang betapa pentingnya RUU PKS untuk segera disahkan. Karena selain mengisi kekosongan hukum, kehadiran UU PKS di Indonesia juga merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk menjalankan program Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu goal ke-5 mengenai kesetaraan gender dan perlindungan perempuan.
SDGs sendiri tertuang di dalam Peraturan Presiden No 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Maka dari itu peran Pemerintah sangat diharapkan untuk terus mendorong disahkannya RUU PKS, agar kepastian hukum terhadap perlindungan perempuan dapat terjamin di Indonesia. (Maria Ardianingtyas, S.H., LL.M | Advokat & Pemerhati Dunia Hukum)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.