Sebagian tentara Jepang yang telah menyerahkan senjatapun kembali merebut senjatanya.
Para taruna tak menyangka akan mengalami kejadian ini. Mereka berhamburan masuk ke dalam kebun karet. Mencoba melawan dan melepaskan tembakan dengan senjata yang dibawanya.
Namun, diceritakan, mereka mengalami kesulitan menggunakan senjata karabennya, karena selama pendidikan baru berjalan dua bulan, dan belum sempat menembakkannya sendiri.
Senjata karaben mereka tidak dilengkapi klip peluru, sehingga terpaksa peluru dimasukkan satu per satu dengan tangan ke dalam kamar senjata.
Mendengar hal tersebut, Daan Mogot segera berlari keluar dan berupaya untuk menghentikan pertempuran, tapi upayanya gagal.
Terjadi pertempuran yang tidak seimbang, di mana pihak Jepang lebih unggul dari sisi persenjataan ketimbang Indonesia.
Tak pelak, pertempuran tidak seimbang ini menyebabkan korban berjatuhan. Pertempuran berakhir ketika hari mulai gelap. Mereka gugur dalam usia muda, yaitu 16-24 tahun, sementara yang masih hidup ditawan Jepang, dan beberapa lainnya berhasil melarikan diri.
Harian Kompas mengabarkan, setelah kejadian ini pihak Indonesia dan Jepang melakukan komunikasi yang menghasilkan beberapa kesepakatan.
Salah satu kesepakatan tersebut adalah jenazah yang telah dimakamkan bersama di Lengkong dipindahkan dan dimakamkan dengan upacara resmi di Taman Makam Pahlawan Taruna Tangerang.
Sementara, tawanan dibebaskan, serta semua persenjataan dan amunisi dikembalikan kepada pihak Indonesia.
Baca juga: Sekelumit Kisah di Balik Rumah Lengkong dan Gugurnya Daan Mogot
Akademi Militer Tangerang merupakan akademi militer Indonesia pertama yang bermula dari seruan Pemerintah RI pada 5 Oktober 1945.
Ketua Harian Yayasan 25 Januari 1946 Rani D Sutrisno menceritakan, taruna Akademi Militer Tangerang tersebut memang baru saja masuk akmil. Para taruna ini baru mulai pendidikan pada 18 November 1945.
Akademi Militer Tangerang atau yang lebih dikenal dengan Militaire Academie Tangerang didirikan oleh mantan Shondancho, yang mulai memikirkan sistem pendidikan militer pasca kemerdekaan.
Saat itu, Jakarta dikuasai tentara sekutu dan NICA, maka dipilihlah daerah Tangerang. Akademi ini dipimpin oleh Daan Mogot sebagai direktur, berdiri di bawah komando Resimen IV TKR di Tangerang.
Mulailah pembukaan pendaftaran bagi usia 18-25 tahun yang mempunyai kemauan sungguh-sungguh untuk mempertahankan Indonesia tetap merdeka.