JAKARTA, KOMPAS.com - Informasi adanya 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos menjadi perhatian dalam dua hari terakhir. Isu ini menyebar di media sosial sejak Rabu (2/1/2019) sore.
Pada Rabu malam, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) langsung melakukan pengecekan untuk memastikan informasi yang beredar.
Pengecekan dilakukan di Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara. Hasilnya, informasi soal surat suara yang sudah dicoblos itu dipastikan hoaks.
Hoaks soal surat suara ini menjadi perhatian serius karena dinilai menyerang kredibilitas KPU. Hal inilah yang membuat KPU bergerak cepat untuk merespons isu ini.
Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Surat Suara, dari Tembikar hingga Kertas Dicoblos
"Hari ini kami memastikan, berdasarkan keterangan yang didapat oleh pihak Bea Cukai, tidak ada kebenaran tentang berita tujuh kontainer tersebut, itu tidak benar," kata Ketua KPU Arief Budiman, seusai melakukan pengecekan, Kamis (3/1/2019) dini hari.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, hoaks ini menyerang kredibilitas serta integritas penyelenggara pemilu, dan dianggap berbahaya.
Dampak yang dihasilkan serius, bisa mengakibatkan masyarakat tak percaya dan apatis bahwa KPU melangsungkan pemilu dengan sukses pada tahun ini.
Baca juga: Polisi Akan Cari Pengunggah Pertama dan Penyebar Hoaks Surat Suara Tercoblos di Medsos
Akibatnya, warga yang memiliki hak pilih tidak mau menggunakan hak suaranya pada Pemilu 2019.
"Dampak dari penyebaran hoaks yang menyasar penyelenggara pemilu ini daya rusaknya itu sangat besar. Dia bisa membuat publik menjadi apatis, tidak percaya," ujar Titi.
"Bukan tidak mungkin bisa berujung kepada intimidasi dan kekerasan kalau dibiarkan," ujar Titi.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi menilai, hoaks surat suara bukan hanya berbahaya bagi KPU, tetapi juga proses pemilu secara keseluruhan.
Baca juga: Jokowi: Surat Suara Belum Dicetak, Sudah Muncul Fitnah
Menurut dia, hoaks ini adalah bentuk teror terhadap penyelenggaraan pemilu.
"Beredarnya kabar hoaks atau kabar bohong yang menyebutkan ada 7 kontainer surat suara yang tercoblos patut diduga sebagai teror untuk pemilu. Polisi harus segera bertindak untuk mengungkap apakah ada niatan untuk mengacaukan ataupun menggagalkan pemilu dibalik menyebarnya informasi sesat tersebut," ujar Achmad.
Bahaya ini disadari oleh KPU dan Badan Pengawas Pemilu. Kedua lembaga ini resmi melaporkan kasus tersebut ke Bareskrim Polri dengan harapan pelakunya bisa ditangkap.
"KPU sudah bertemu dengan Kabareskrim langsung. Kami sudah sampaikan apa yang menjadi kepentingan dan keperluannya agar pelaku penyebar hoaks itu bisa segera ditangkap," kata Arief Budiman.
Arief mengatakan, KPU terbuka dengan masukan-masukan atas penyelenggaraan pemilu. Ia menyebutkan, KPU akan memberikan jawaban jika ada hal-hal yang meresahkan terkait pemilu.
"Kali ini kami menganggap isu sekarang (tujuh kontainer surat suara) sangat luar biasa dan berlebihan. Kami merasa tidak cukup hanya menjawab dengan fakta dan data, tapi perlu dilaporkan agar kejadian seperti ini tidak berlanjut," kata Arief.
Baca juga: Kronologi Terungkapnya Hoaks 7 Kontainer Surat Suara Tercoblos
Perludem mendukung langkah KPU yang membawa kasus ini ke jalur hukum.
Titi Anggraini mengatakan, KPU memang tidak boleh menganggap ini sebuah kejadian yang biasa. Apalagi dengan dampak panjang dan serius yang mungkin terjadi.
"Saya kira memang KPU tidak boleh mendiamkan dan menganggap ini angin lalu, sebuah peristiwa yang sepele atau biasa-biasa saja. Justru KPU memang harus bertindak cepat, terukur, dan legal dalam meresponsnya," ujar Titi.
Pihak kepolisian juga menunjukkan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim) Arief Sulistyanto menegaskan, polisi akan bekerja secepatnya.
"Kami akan tuntaskan secepatnya, makin cepat makin baik," kata Arief Sulistyanto.
Elite politik harus bijak
Informasi soal surat suara ini beredar di berbagai platform media sosial. Salah satunya diunggah oleh Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief yang mempertanyakan kebenaran informasi itu melalui akun Twitter-nya, @andiarief_.
"Mohon dicek kabarnya ada 7 kontainer surat suara yg sudah dicoblos di Tanjung Priok. Supaya tidak fitnah harap dicek kebenarannya karena ini kabar sudah beredar," demikian twit Andi Arief.
Baca juga: Moeldoko Sebut Hoaks Surat Suara Tercoblos Sangat Menyesatkan
Kicauan tersebut kemudian dinilai sebagai bentuk penyebaran hoaks. Namun, Andi Arief membantah dan menegaskan dirinya hanya mengimbau agar informasi itu dicek kebenarannya.
Titi Anggraini mengatakan, seharusnya elite politik yang menerima informasi apa pun bisa langsung melaporkannya kepada KPU.
Sebagai bagian dari partai, tidak mungkin elite tidak memiliki akses untuk berkomunikasi dengan KPU.
Cara ini lebih baik daripada elite melempar bola panas ke media sosial.
Baca juga: Relawan Jokowi Laporkan Andi Arief Terkait Penyebaran Hoaks Surat Suara
Di tengah masyarakat yang masih terpolarisasi, Titi mengatakan, hal itu menimbulkan kegaduhan.
"Jangan tergesa-gesa menyebarkan ke ruang publik isu-isu yang tidak jelas apa kebenaran dan kredibilitasnya. Apalagi di tengah masyarakat kita yang terbelah dan sangat terpolarisasi pilihan politiknya," kata Titi.
Ia mengingatkan, masyarakat dan elite politik bertugas mengawasi penyelenggara pemilu, tetapi bukan memojokkkannya.
"Elite politik itu harus mengawasi kinerja penyelenggaranya agar pemilu kita dijalankan secara profesional dan berintegritas. Tetapi mengawasi tidak sama dengan mendelegitimasi dan memprovokasi," ujar Titi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.