Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harapan Komisi X jika Pelajaran PMP Jadi Diterapkan pada 2019

Kompas.com - 31/12/2018, 11:37 WIB
Jessi Carina,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi X DPR Reni Marlinawati meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memodifikasi pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) sebelum diterapkan pada siswa.

Pernyataan ini disampaikannya merespons rencana Kemendikbud menerapkan kembali PMP pada 2019.

"Pemerintah harus memodifikasi PMP agar tak menjadi mata pelajaran yang sifatnya komplementer, indoktrinasi, dan menjenuhkan bagi anak didik," ujar Reni melalui keterangan tertulis mengenai refleksi 2018 dan proyeksi 2019 oleh Komisi X, Senin (31/12/2018).

Baca juga: Mendikbud Ungkap Beda Pelajaran PMP era Orba dan yang Akan Diajarkan pada 2019

Reni juga berharap pelajaran tersebut bisa masuk dalam tahun ajaran baru 2019/2020 mendatang.

Komisi X mendukung rencana menghidupkan kembali pelajaran ini. Dia ingin pelajaran PMP bisa menjadi penguatan ideologi bangsa di masyarakat.

"PMP harus menjadi benteng ideologi bangsa sejak dini bagi anak didik dengan mengemas sesuai dengan usia anak didik yang berkarakter milennial ini," kata dia.

Rencana Mendikbud

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy sebelumnya mengungkapkan, pihaknya masih mengkaji dihidupkannya lagi mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada 2019.

Namun, Muhadjir memastikan PMP yang sedang dikaji ini berbeda dengan mata pelajaran yang bernama serupa di era Orde Baru.

"Ini bukan bermaksud kembali ke PMP lama. PMP lama kan sudah masa lalu dan sudah enggak cocok. Ini akan kita sesuaikan bagaimana penanaman nilai Pancasila yang sesuai era milenial untuk anak-anak era milenial," ujar Muhadjir saat dijumpai di Istana Presiden, Jakarta, Rabu (5/12/2018).

Baca juga: Kemendikbud Matangkan Rencana Penerapan Pelajaran PMP

"Sudah saya berikan pengarahan kepada tim supaya ada materi-materi yang bersifat kreatif, yang out of the box, kalau kata Bapak Presiden begitu," lanjut dia.

Perbedaan terdapat pada materi mata pelajaran atau metode belajar.

Muhadjir menjelaskan, apabila jadi diterapkan, PMP cuma akan diterapkan pada tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD).

"Kalau pendidikan Pancasila, domainnya afektif. Jadi bentuknya adalah penanaman nilai, pembentukan sikap, mengatur budi pekerti dan perilaku," ujar Muhadjir.

"Misalnya tentang kejujuran. Di tingkat SD, ada simulasi, ini kamu menemukan dompet, kemudian ada polisi, ada guru, sebaiknya bagaimana sikap kamu saat menemukan ini. Apakah kamu ambil bawa pulang? Atau kamu serahkan ke mana?" lanjut dia.

Sementara, di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), mata pelajaran yang diterapkan barulah pendidikan kewarganegaraan.

"Kalau pendidikan kewarganegaraan, domainnya kognitif, pengetahuan saja. Kan memang lucu, masak SD belajar kewarganegaraan. Ya belum dong. Setelah agak dewasa barulah belajar itu," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com