JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan, cara-cara keras atau menggunakan kekerasan (hard approach) selama ini digunakan di dunia dalam mengatasi masalah terorisme.
Padahal menurutnya, hal itu tidak menyelesaikan masalah terorisme hingga ke akarnya.
"Tadinya dunia hanya mengenal hard approach, cara-cara keras. Ada terorisme, diidentifikasi, dekati, hancurkan. Artinya kita hanya menyelesaikan permasalahan di hilir," kata Wiranto di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (27/12/2018).
Baca juga: 2019, Wiranto Sasar Jatim untuk Penerapan Program Penanggulangan Terorisme
Namun, Indonesia kini memiliki pendekatan yang lebih lunak (soft approach). Bahkan, kata Wiranto, pendekatan tersebut diapresiasi oleh negara lain.
Salah satu contohnya adalah program sinergisitas antara Kementerian/Lembaga dalam penanggulangan terorisme yang dikomandoi oleh BNPT.
Sinergisitas membuat seluruh kementerian/lembaga bahu-membahu dalam upaya pencegahan terorisme dan radikalisme. Setiap kementerian berkontribusi sesuai kapasitasnya.
Baca juga: Program Sinergisitas Kementerian dalam Penanggulangan Terorisme Dinilai Positif
Misalnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memperbaiki bangunan masyarakat yang dibantu. Sementara, Kementerian Pertanian memberikan bahan yang dapat digunakan untuk berternak dan bercocok tanam.
Wiranto mengatakan, program itu merupakan salah satu contoh pencegahan terorisme.
"Dengan pemikiran cemerlang dari BNPT maka ditelusuri hulunya di mana sih, terpaparnya bagaimana. Dicegah di hulu, maka racun (terorisme) itu bisa kita cegah," jelasnya.
Baca juga: Kemenkominfo Blokir 500 Situs Terorisme, Radikalisme, dan Separatisme
Tanpa pendekatan yang lunak, ia berpendapat, bukannya membasmi terorisme, melainkan hanya kekerasan yang terus dilakukan.
"Kalau kita hanya hard approach, ya tahun demi tahun kita hanya melakukan kekerasan, dan tidak akan ada habisnya," kata Wiranto.