Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Membudidayakan Nasionalisme dan Persatuan

Kompas.com - 29/11/2018, 05:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

NASIONALISME adalah sebuah sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas ke pentingan pribadi atau ke lompok.

Namun, ada kalanya jiwa nasionalisme terkikis karena berbagai hal, salah satunya adalah karena arus globalisasi.

Masuknya berbagai budaya dan produk asing seiring arus globalisasi berdampak pada memudarnya jiwa nasionalisme,  terutama pada generasi muda.

Banyak generasi muda Indonesia saat ini lebih mengerti dan mencintai budaya asing dari pada budaya-budaya asli Indonesia. Padahal, untuk menjadi bangsa yang maju dan kuat, jiwa nasionalisme harus dimiliki oleh setiap warganya.

Dengan jiwa nasionalisme, setiap warga negara akan merasa cinta dan bangga dengan bangsa dan negaranya. Begitu pula sebaliknya, setiap warga negara merasa terusik jika ada bangsa lain yang meremehkan atau bahkan menghina bangsanya. Inilah jiwa nasionalisme yang harus dimiliki oleh setiap rakyat Indonesia.

Sudah jelas bahwa penebar kebencian,  pembuat hoaks,  pelaku politisasi SARA, adalah orang-orang yang anti nasionalisme dan anti kebangsaan.  Mereka tak peduli masyarakat terbelah dan bangsa ini terkotak-kotak selama kepentingannya terpenuhi.

Padahal, mengupayakan persatuan dari masyarakat plural seperti Indonesia bukanlah perkara yang mudah.

Sejak awal berdirinya Republik ini, para pendiri bangsa menyadari sepenuhnya bahwa proses nation building merupakan agenda penting yang harus terus dibina dan ditumbuhkan.

Bung Karno, misalnya, membangun rasa kebangsaan dengan membangkitkan sentimen nasionalisme yang menggerakkan "suatu iktikad, suatu keinsafan rakyat, bahwa rakyat itu adalah satu golongan, satu bangsa".

Dengan mengacu pada pendapat Ernest Renan, Bung Karno mengatakan bahwa bangsa adalah satu jiwa (une nation est un âme). Satu bangsa adalah satu solidaritas yang besar (une nation est un grand solidarité).

Kebangsaan tidak bergantung pada persamaan bahasa meski dengan adanya bahasa persatuan bisa lebih memperkuat rasa kebangsaan. Kalau begitu, apakah gerangan yang mengikat manusia menjadi satu jiwa?

Dengan mengutip Renan, Soekarno mengatakan bahwa yang menjadi pengikat itu adalah kehendak untuk hidup bersama (le désir d’ être ensemble).

"Jadi gerombolan manusia, meskipun agamanya berwarna macam-macam, meskipun bahasanya bermacam-macam, meskipun asal turunannya bermacam-macam, asal gerombolan manusia itu mempunyai kehendak untuk hidup bersama, itu adalah bangsa," kata Soekarno.

Oleh karena itu, Negara Persatuan Indonesia, sebagai ekspresi dan pendorong semangat kegotong-royongan, harus mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; bukan hanya membela atau mendiamkan suatu unsur masyarakat atau bagian tertentu dari teritorial Indonesia.

Negara juga diharapkan mampu memberikan kebaikan bersama bagi warganya, tanpa memandang siapa dan dari golongan, etnik, agama atau kelas sosial apa mereka.

Usaha mewujudkan negara persatuan  dapat diperkuat dengan budaya gotong royong dalam kehidupan masyarakat sipil dan politik dengan terus mengembangkan pendidikan kewargaan dan multikulturalisme yang dapat membangun rasa keadilan dan kebersamaan, dengan dilandasi prinsip-prinsip kehidupan publik yang lebih partisipatif dan nondiskriminatif.

Dalam memperkuat daya gotong-royong itu, keinginan hidup menjadi satu bangsa tidak akan mengarah pada nasionalisme sempit dan tertutup.

Ke dalam, kemajemukan dan aneka perbedaan yang mewarnai kebangsaan Indonesia tidak boleh dipandang secara negatif sebagai ancaman yang bisa saling menegasikan.

Sebaliknya, hal itu perlu disikapi secara positif sebagai limpahan ka­runia yang bisa saling memperkaya khazanah budaya dan pengetahuan lewat proses penyerbukan silang budaya.

Puncak-puncak kebudayaan daerah dan hasil persilangan antarbudaya daerah terhitung sebagai kebudayaan bangsa yang dapat memperkuat kepribadian nasional.

Bahasa daerah serta penyerapan bahasa antardaerah bisa menjadi sumber pengayaan bahasa nasional.

Karena, sebagaimana dikatakan (alm) Nurcholish Madjid (1995: 67), "Masyarakat yang terkotak-kotak dengan masing-ma­sing penuh curiga kepada satu sama lainnya bukan saja mengakibatkan tidak efisiennya cara hidup demokratis, tapi juga dapat menjurus kepada lahirnya pola tingkah laku yang bertentangan dengan nilai-nilai asasi demokrasi. Pengakuan akan kebebasan nurani (freedom of conscience), persamaan hak dan kewajiban bagi semua (egalitarianisme), dan tingkah laku penuh percaya kepada iktikad baik kepada orang dan kelompok lain mengharuskan adanya landasan pandangan kemanusiaan yang positif dan optimistis."

Dengan demikian, kebangsaan Indonesia ialah ekspresi rasa syukur atas desain sunatullah (hukum Tuhan). Segala puji bagi Tuhan atas segala karunia kekayaan-kemajemukan dan keindahan negeri ini, dan segala bakti bagi sesama demi kebahagiaan hidup bersama.

Puji dan bakti itu kita lakukan dengan menjunjung tinggi kesetaraan kemuliaan manusia. Lewat usaha mengembangkan sikap positif terhadap kemajemukan bangsa, melalui perwujudan demokrasi permusyawaratan berlandaskan semangat persatuan yang berorientasi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, di atas itulah nasionalisme Indonesia kita budidayakan.

Nasionalisme dan spirit persatuan tersebut harus bisa menjawab ancaman perpecahan bangsa agar media sosial (medsos), misalnya, tidak lagi menjadi surga bagi para penyebar informasi bohong (hoax).

Selanjutnya, sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), yang terus diembuskan untuk memecah-belah persatuan bangsa bisa dikikis dan dinafikan di dalam setiap kepala anak bangsa.

Segregasi harus dihindari, agar perpecahan tidak menjadi buah pahit yang dipanen anak cucu kita nantinya.

Semua itu jelas membutuhkan kehadiran nilai-nilai nasionalisme, patriotisme, dan rasa cita Tanah Air yang tinggi, seperti semangat rela berkorban, pantang menyerah, menjaga tumpah darah, dan berintegritas, dan lainya.

Nah, Hari Pahlawan yang belum lama kita peringati semestinya juga mengingatkan kita untuk tetap menjaga cara-cara praktis dan strategis dalam mencintai Indonesia, bukan cara praktis dan strategis untuk merusak rasa cita Tanah Air yang telah terbentuk lama di dalam benak-benak anak bangsa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com