Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah dan DPR Diminta Pikirkan Solusi Jangka Panjang Kasus Pelecehan Seksual

Kompas.com - 24/11/2018, 17:17 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Harian MaPPI Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dio Ashar Wicaksana meminta pemerintah dan DPR memikirkan solusi jangka panjang terkait perlindungan terhadap korban kasus pelecehan seksual.

Permintaan ini, berkaca dari kasus yang dialami Baiq Nuril, mantan pegawai honorer bagian tata usaha SMA 7 Mataram, NTB, yang menjadi korban pelecehan seksual tetapi justru divonis melanggar Undang-Undang ITE.

Dio mengatakan, untuk jangka panjang, pemerintah harus merevisi undang-undang yang terkait dengan pidana. Jangan sampai, adanya peraturan perundang-undangan justru menjerat korban pelecehan seksual menjadi seorang tersangka.

Namun demikian, kata Dio, kasus Baiq Nuril tak bisa diselesaikan dengan upaya perbaikan undang-undang, sebab, proses itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

"Secara jangka panjang yang harus dilakukan Presiden adalah memperbaiki legislasi kita. Arah pidana kita arahnya mau ke mana? Apakah mau semudah itu orang dipenjara," kata Dio dalam sebuah diskusi publik di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24/11/2018).

Menurut Dio, ke depannya kebijakan hukum harus lebih melindungi korban, bukannya memposisikan korban menjadi rentan akan kriminalisasi.

Dalam hal ini, eksekutif dan legislatif dituntut untuk membuat undang-undang yang tak multitafsir. Pemerintah juga diharapkan punya upaya serupa.

"Bagaimana proses legislasi kita, kebijakan hukum kita yang lebih melindungi korban-korban itu bukan jadi rentan, jadi korban kriminalisasi," ujar Dio.

Sementara itu, Ketua Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati mengatakan, adanya instrumen hukum yang multitafsir menyebabkan demotivasi korban pelecehan seksual untuk menyelesaikan persoalannya lewat jalur hukum.

Mike mengatakan, banyak korban pelecehan seksual yang akhirnya menyelesaikan persoalannya dengan jalur mediasi.

Baca juga: Ingatkan Presiden, MaPPI FHUI Sebut Grasi Tak Mungkin dalam Kasus Baiq Nuril

"Ujung-ujungnya hanya diselesaikan dengan mediasi. Mereka mengalami demotivasi karena mereka tahu betapa rumitnya menjelaskan atau proses pelaporan ke polisi bahwa mereka telah mengalami perundungan seksual juga pelecehan seksual," kata Mike yang juga hadir dalam diskusi.

Baiq Nuril merupakan mantan pegawai honorer bagian tata usaha SMU 7 Mataram, NTB.

Pengadilan Negeri Kota Mataram memvonis Nuril tidak bersalah atas kasus penyebaran rekaman telepon kepala sekolahnya yang bermuatan asusila.

Jaksa penuntut umum kemudian mengajukan kasasi ke MA. Rupanya, MA memvonis sebaliknya, yakni memvonisnya bersalah dengan hukuman kurungan selama enam bulan dan denda Rp 500 juta.

Kompas TV Anggota DPR RI fraksi PDIP Rieke Dyah Pitaloka bertemu dengan Baiq Nuril Maknun di Desa Puyung, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Rieke sengaja mengunjungi Nuril untuk memberikan dukungan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com