Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkarya: Tommy Soeharto Tidak Ada Sangkut Paut dengan Yayasan Supersemar

Kompas.com - 21/11/2018, 11:15 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Majelis Tinggi Partai Berkarya Badarudin Andi Picunang mengatakan, penyitaan Gedung Granadi tidak ada kaitannya sama sekali dengan Ketua Umum Partai Berkarya Hutomo Mandala Putra.

"Ketua Umum Partai Berkarya Bapak Hutomo Mandala Putra SH (Tommy Soeharto) tidak ada sangkut paut dengan sengketa Yayasan Supersemar," ujar Andi melalui pesan singkat, Rabu (21/11/2018).

Posisi Tommy Soeharto, lanjut Andi, adalah sebagai Presiden Komisaris Humpuss Group yang berkantor di Granadi.

Humpuss Group berstatus penyewa di Gedung Granadi, sama seperti penyewa lainnya.

Baca juga: PN Jaksel Sita Gedung Granadi Terkait Kasus Yayasan Supersemar

Andi menjelaskan bahwa Yayasan Supersemar berstatus penyewa dan pemilik saham minoritas di pengelolaan Gedung Granadi.

Gedung itu dimiliki dan dikelola oleh badan hukum PT (Perseroan Terbatas), bukan yayasan.

Andi juga membantah Gedung Granadi adalah kantor resmi partainya.

"Gedung Granadi Kuningan juga bukanlah kantor DPP Partai Berkarya. Kantor kami itu adanya di Jalan Antasari, Nomor 20, Cilandak, Jakarta Selatan," ujar Andi.

Baca juga: Partai Berkarya Tak Ingin Dikaitkan dengan Penyitaan Aset Yayasan Supersemar

Terakhir, Andi juga menegaskan bahwa Partai Berkarya tidak mempunyai sangkut paut dengan Yayasan Supersemar.

Partai Berkarya memang didirikan oleh sejumlah tokoh, salah satunya putra almarhum Soeharto, yakni Tommy Soeharto sebagai Ketua Umum. Namun, Partai Berkarya bukanlah milik keluarga Pak Harto.

"Partai Berkarya bukan partai KKN atau milik keluarga tapi partai milik semua pencinta Pak Harto karena partai ini didirikan untuk meneruskan semangat dan cita-cita Trilogi Pembangunan (stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan)," ujar Andi.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah melelang aset Yayasan Supersemar berupa tanah dan bangunan. Salah satunya adalah penyitaan Gedung Granadi di Kuningan, Jakarta Selatan.

Ada pula tanah dan bangunan seluas 16.000 meter persegi di Jakarta dan Bogor. Aset tersebut akan dilelang setelah dilakukan penilaian harga aset.

Sebelumnya, Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kepada negara sebagaimana putusan MA sebesar Rp 4,4 triliun.

Daftar aset yang semestinya disita antara lain 113 rekening berupa deposito dan giro, dua bidang tanah seluas 16.000 meter persegi di Jakarta dan Bogor, serta enam unit kendaraan roda empat.

Kasus Yayasan Supersemar bermula saat pemerintah menggugat Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) atas dugaan penyelewengan dana beasiswa Yayasan Supersemar.

Dana yang seharusnya diberikan kepada siswa/mahasiswa itu ternyata disebut disalurkan kepada sejumlah perusahaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com