Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: KPU Jangan Ragu Ikuti Putusan MK

Kompas.com - 18/11/2018, 19:01 WIB
Jessi Carina,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak perlu ragu untuk mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi soal larangan pengurus partai politik jadi calon anggota DPD.

"Dominasi parpol sudah mulai dibenahi begitu perubahan UUD 1945 dilakukan. Gagasannya ketika itu mewujudkan parlemen, satu DPR dan satu DPD. Ketika dominasi parpol sudah ada di DPR, maka DPD betul-betul menjadi representasi individu non-partai di daerah," ujar Feri dalam sebuah diskusi di Jalan Wahid Hasyim, Minggu (18/11/2018).

Gagasan awal dalam perubahan UUD 1945 itu juga dikuatkan lewat putusan Mahkamah Konstitusi No. 30/PUU-XVI/2018 yang melarang calon anggota DPD rangkap jabatan sebagai pengurus parpol.

Putusan ini yang kemudian dilawan oleh Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odong (OSO). OSO mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018 yang memuat larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Feri menuturkan, OSO beralasan bahwa putusan MK bertentangan dengan UU Pemilu. MA pun mengabulkan gugatan OSO karena putusan MK dinilai belum dimasukan ke dalam UU Pemilu yang baru.

"Disebutkan oleh MA, putusan MK belum dapat diberlakukan karena belum diundangkan. Maunya MA, putusan MK bisa ditindaklanjuti dengan UU yang baru," ujar Feri.

Feri menilai MA tidak memahami putusan MK. Menurut dia, sifat putusan MK adalah mengikat.

"Final and binding. Dia mengikat mau diubah atau tidak diubah UU-nya," ujar Feri.

Karena sifat mengikat itu, maka tidak mematuhi putusan MK sama seperti tidak mengikuti UU Pemilu.

Selain itu, lanjut Feri, tidak mengikuti putusan MK juga berarti tidak ikut gagasan pembentukan UUD 1945. Atas alasan itu, dia pun berpendapat sebaikan KPU tidak ragu untuk mengikuti putusan MK.

"Kalau KPU ikuti putusan MK, maka KPU mematuhi UUD, UU Pemilu, dan putusan MK itu sendiri," ujar Feri.

Gugatan OSO

Sebelumnya, MA mengabulkan gugatan uji materi yang diajukan oleh OSO. Uji materi dilakukan terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018 yang memuat larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Selain mengajukan gugatan ke MA, OSO juga melakukan gugatan atas putusan KPU ke PTUN. Sebab, KPU mencoret OSO sebagai calon anggota DPD lantaran tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik. OSO dianggap masih tercatat sebagai anggota partai politik. OSO juga memenangkan gugatannya di PTUN itu.

Sementara itu, menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK), anggota DPD dilarang rangkap jabatan sebagai anggota partai politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com