KOMPAS.com - Kasus kecelakaan mobil Pajero yang tertabrak Kereta Api (KA) Sritanjung di pelintasan KA sebidang Jalan Pagesangan, Surabaya pada Minggu (21/10/2018) masih ramai diperbincangkan masyarakat.
Akibat kecelakaan ini, satu keluarga yang berada di dalam mobil tersebut meninggal dunia. Dari pemberitaan sebelumnya, diketahui kecelakaan terjadi di pelintasan KA sebidang yang tak berpalang pintu.
Pelintasan KA sebidang adalah jalur kereta atau rel yang berada sebidang dengan jalan raya. Dalam hal ini, tidak ada underpass atau fly over yang digunakan sebagai jalan raya.
Tak sedikit kasus kecelakaan di pelintasan KA tak berpalang pintu yang memakan korban. Lalu, bagaimana sebenarnya keadaan pelintasan KA di Indonesia?
Kepala Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Agus Komarudin mengatakan, catatan PT KAI pada 2017 menunjukkan, jumlah pelintasan KA sebidang di Jawa sebanyak 3.907.
"Sebanyak 1.015 di antaranya merupakan pelintasan resmi dan 2.892 sisanya adalah pelintasan tidak resmi," kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Rabu (24/10/2018) malam.
Baca juga: Antisipasi Kecelakaan, Dishub Jatim Pasang EWS di Perlintasan KA Sebidang
Data di Pulau Sumatera menunjukkan, sebanyak 914 pelintasan sebidang, terdiri atas 177 pelintasan resmi dan 737 pelintasan tidak resmi.
"Kondisi itu 100 persen adalah jalan raya atau jalan desa yang memotong jalur rel KA existing (yang sudah ada)," kata dia.
Agus menjelaskan, pelintasan resmi biasanya dijaga secara resmi dan penjaganya sudah tersertifikasi dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.
"Sedangkan yang tidak resmi itu identik dengan pelintasan liar," ujarnya.
Pelintasan liar yang dimaksud misalnya masyarakat membuat jalan yang melintas rel tanpa izin dari pemerintah atau Ditjen Perkeretaapiaan.
"Ketika ada perpotongan sebidang pasti ada koordinasi antara Ditjen Perkeretaapian, KAI, dan stakeholder yang berkepentingan," kata Agus menjelaskan.
Namun, tak jarang pelintasan yang tidak resmi ini memang ada yang dijaga oleh masyarakat.
"Kalau ada swadaya masyarakat baiknya berkoordinasi dengan Ditjen Perkeretaapian, Dishub (Dinas Perhubungan), dan KAI," tutur Agus.
Baca juga: Cegah Vandalisme, CCTV Akan Dipasang di Pelintasan LRT
Agus mengatakan, kereta api secara teknis mempunyai massa yang berat dengan roda menempel pada rel baja. Dengan demikian, kereta api tidak dapat berhenti segera dan tidak dapat dibelokkan oleh masinis.
"Apabila ada halangan di depan KA, praktis yang dilakukan oleh masinis hanya melakukan pengereman, di mana sistem pengeraman terjadi pada roda-roda sepanjang rangkaian KA," ujar dia.
Panjangnya rangkaian dan berat kereta api tersebut menentukan jarak yang diperlukan untuk berhenti.
"Rem yang dibuat untuk rangkaian KA tentu tidak dapat pakem karena teknis KA tersebut," ujarnya.
Ia menegaskan, pintu pelintasan sejatinya dibuat untuk melindungi kereta api, karena karakteristik kereta api sebagaimana yang dimaksud di atas.
Baca juga: Alarm Perlintasan Mati saat KA Sritanjung Tabrak Pajero di Surabaya
Agus menuturkan, sesuai Undang-Undang Perkeretaapiaan, perpotongan antara jalur KA dan jalan raya idealnya dibuat tidak sebidang.
"Pelintasan sebidang memungkinkan ada, jika hanya area tersebut merupakan jalur dengan frekuensi perjalanan KA rendah dan arus lalu lintas jalan rayanya pun tidak padat," tutur dia.
Namun, lanjut Agus, apabila pelintasan sebidang ini merupakan jalur dengan frekuensi perjalanan KA tinggi dan padat lalu lintas jalan raya, maka seharusnya dibuat tidak sebidang.
"Bisa flyover maupun underpass," ujar dia.
Agus menyampaikan, pembangunan prasarana perkeretaapiaan merupakan wewenang dari penyelenggara prasarana perkeretaapian, dalam hal ini adalah pemerintah.
Ia menjelaskan, pada Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pemerintah yang bertanggung jawab atas pelintasan sebidang.
"Pasal 79 menyebutkan bahwa menteri, gubernur atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya melakukan evaluasi secara berkala terhadap perpotongan sebidang," kata Agus.
Apabila berdasar hasil evaluasi tersebut terdapat perpotongan yang seyogyanya harus ditutup, maka pemerintah sebagaimana disebut di atas dapat melakukan penutupan.
Agus meminta seluruh pengguna jalan raya untuk tetap waspada dan mawas diri, terutama saat akhir pekan tiba. Sebab, biasanya ada penambahan perjalanan kereta api, di mana hal itu membuat frekuensi yang melintas di pelintasan sebidang lebih tinggi.
"KAI dengan tegas mengimbau kepada seluruh pengguna jalan raya untuk mematuhi rambu-rambu lalu lintas saat akan melewati pelintasan sebidang," kata dia.
Ia menyampaikan, ada atau tidaknya penjaga maupun fasilitas pelintasan KA sebidang, masyarakat tetap harus berhati-hati dan memperhatikan tanda keselamatan yang ada.
"KAI sebagai operator dan penyelenggara sarana perkeretaapian bertanggung jawab mengantarakan para penumpamg dengan selamat hingga stasiun tujuan sesuai aturan yang berlaku," ujar Agus.
Agus menyampaikan, untuk menekan kasus kecelakaan di pelintasan KA sebidang, pemerintah telah mengeluarkan peraturan untuk para pengguna jalan.
Adapun peraturan tersebut adalah Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angutan Jalan (LLAJ).
Pasal 114 UU tersebut berbunyi
Pada pelintasan sebidang antara jalur KA dan jalan, pengemudi wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi dan palang pintu KA sudah mulai ditutup, serta wajib mendahulukan kereta api
Dalam peraturan lain, yaitu UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 90 poin d dan Pasal 124 menyatakan hal yang sama, yaitu pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Agus menjelaskan, aturan melewati pelintasan KA juga telah diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009.
Sanksi bagi pengguna jalan tersebut terdapat pada Pasal 296 yang berbunyi sebagai berikut
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada pelintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)
Menurut Agus, keselamatan perjalanan KA atau keselamatan lalu lintas merupakan tanggung jawab semua pihak.
"Dengan adanya pemahaman dan kesadaran oleh seluruh pihak, keselamatan yang diharapkan niscaya dapat diwujudkan," ujarnya.
Agus menceritakan, akhir-akhir ini telah banyak pintu pelintasan resmi yang telah ditutup dan dibuat flyover.
Pelintasan resmi tersebut seperti di Pasar Senen, Klender Baru, dan Cipinang.
"Konsekuensi logis UU menghendaki tidak ada pelintasan sebidang alias harus ditutup. Jadi tidak mungkin KAI menyediakan peralatan pelintasan dan tenaga kerja untuk ditempatkan di pelintasan sebidang," kata Agus.
"Kecuali di tempat khusus yang sangat padat arus lalu lintas jalan dan frekuensi perjalanan KA yang tinggi," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.