Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PAN Dinilai Realistis jika Lebih Pentingkan Pileg daripada Kampanyekan Prabowo

Kompas.com - 19/10/2018, 14:00 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar psikologi politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk menilai wajar Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengakui partainya lebih fokus untuk memenangkan pemilu legislatif ketimbang pemilu presiden 2019.

PAN adalah pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Menurut Hamdi, ada isyarat tersendiri mengapa PAN terkesan lebih terang-terangan menyampaikan hal tersebut dibandingkan partai koalisi Prabowo-Sandi lainnya, seperti PKS dan Demokrat.

Ketua Laboratorium Psikologi Politik UI Hamdi MulukKahfi Dirga Cahya Ketua Laboratorium Psikologi Politik UI Hamdi Muluk

"Kenapa PAN lebih terus terang? Karena PAN butuh banget suara legislatif ini, dari rangkaian survei elektabilitasnya kurang dari 4 persen terancam (parliamentary) threshold," kata Hamdi kepada Kompas.com, Jumat (19/10/2018).

Baca juga: Sekjen PAN Akui Sejumlah Calegnya Menolak Kampanyekan Prabowo-Sandi

Hal itu tampak berbeda dengan Demokrat dan PKS. Menurut Hamdi, Demokrat sudah memiliki figur yang kuat, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Figur SBY dinilainya sudah menopang elektabilitas Demokrat.

"Karena SBY tahu dia adalah ikon buat pemilih caleg partai Demokrat. Tidak ada untungnya mendorong-dorong kader kampanye sosok Prabowo karena asosiasinya makin jauh dari pemilih Demokrat," kata dia.

Sementara PKS memiliki keunikan tersendiri. Menurutnya PKS dan konstituennya cenderung konsisten mendukung Prabowo-Sandi. Di sisi lain, PKS dinilainya juga tak mengkhawatirkan basis pemilihnya.

"Karena pemilih PKS, party identity-nya kuat, dan relatif militan tetap memilih PKS. Ini juga sudah terbaca dari rangkaian survei sebelum-sebelumnya hampir 90 persen pemilih PKS pilih Prabowo," papar Hamdi.

Baca juga: PAN Akui Fokus Hadapi Pileg Dibanding Menangkan Prabowo

Oleh karena itu, PAN dinilainya perlu berjuang keras meningkatkan elektabilitasnya agar lolos ambang batas parlemen. Dengan sikap seperti itu, kata Hamdi, PAN bersikap realistis dengan membuka ruang kepada pendukung pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin untuk mau memilih PAN.

"Jadi kalau menurut calegnya keterpilihan dengan meng-endorse Jokowi-Ma'ruf apa boleh buat. Be realistic," ungkapnya.

Pada akhirnya, lanjut Hamdi, partai tetap memprioritaskan kepentingannya sendiri. Apabila tak lolos ambang batas parlemen, partai akan mengalami risiko yang besar.

"Untuk (memilih) tidak mendukung Prabowo-Sandi adalah langkah paling realistis. Karena toh partai-partai pada akhirnya akan mementingkan kepentingan partai sendiri. Kalau tidak lolos parliamentary threshold, kan rugi sendiri juga," katanya.

Baca juga: Eddy Soeparno: PAN Harus Kuat di Legislatif agar Pemerintahan Prabowo Efektif

Sebelumnya, Eddy Soeparno menjelaskan, saat PAN memutuskan mengusung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Pilpres, seluruh kader yang hadir dalam Rapat Kerja Nasional menyambutnya dengan gembira.

Namun, hanya berselang beberapa hari kemudian, banyak kader PAN menyadari bahwa eksistensi partainya akan tergerus karena tak mempunyai tokoh yang diusung di Pilpres.

"Saya menerima WhatsApp, SMS, wah ternyata yang kita pilih itu bukan kader. Kalau kita sekarang keluar teriak-teriak Pak Prabowo, yang dapat angin positifnya Gerindra, bukan PAN," kata Eddy saat menjadi narasumber dalam rilis survei PolMark Indonesia, di Jakarta, Kamis (18/10/2018).

Eddy mengakui, beberapa caleg PAN di daerah sudah ada yang terang-terangan menyatakan tidak akan ikut mensosialisasikan pasangan Prabowo-Sandiaga Uno saat kampanye.

"Di antara caleg kita yang berjuang di daerah, 'mohon maaf ketum, mohon maaf sekjen. Tetapi di bawah saya mungkin tidak bisa terang-terangan untuk berpartisipasi dalam pemenangan pak Prabowo. Karena konstituen saya tidak sejalan dengan itu. Jadi mohon maaf'," kata Eddy menirukan pernyataan caleg yang dimaksud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com