Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dulu Pak Jokowi Bilang, Tidak Boleh Ada Pesantren yang Asramanya Kumuh"

Kompas.com - 19/09/2018, 10:57 WIB
Kristian Erdianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, keberpihakan negara terhadap keberadaan pesantren dan madrasah masih sangat kecil, khususnya terkait anggaran.

Menurut Cucun, minimnya perhatian negara terhadap lembaga pendidikan agama di daerah terjadi karena belum adanya regulasi yang mengatur porsi anggaran secara khusus.

Hal inilah yang melatarbelakangi PKB menginisiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.

"Keberpihakan negara terhadap pesantren dan madrasah itu kecil sekali. Belum terlalu serius. Karena memang kita tidak punya regulasinya," ujar Cucun saat dihubungi, Selasa (18/9/2018).

Baca juga: RUU Madrasah dan Pesantren Disahkan Jadi RUU Inisiatif DPR RI

Cucun menjelaskan, dasar yuridis keberadaan pesantren secara komprehensif tidak ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.

Pasal 26 UU Sisdiknas hanya menyebutkan bahwa pesantren termasuk dalam kategori pendidikan non formal.

Demikian pula dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

Pasal 27 UU tersebut menetapkan Dana Alokasi Umum (DAU) sekurang-kurangnya 26 persen dari Pendapatan Dalam Negeri Netto yang ditetapkan dalam APBN untuk Pemerintah Daerah.

Persentase itu, kata Cucun, berdampak pada kecilnya pembiayaan pendidikan terutama yang bersifat sentralistik.

Alokasi anggaran di pemerintah daerah dialokasikan bagi layanan pendidikan sekolah, seperti TK, SD, SMP, SMA, dan SMK, bukan untuk layanan pendidikan keagamaan, apalagi untuk madrasah dan pondok pesantren.

Baca juga: Kemensos Siapkan Modal Usaha Tanpa Bunga untuk Pesantren

Sementara itu, data Kementerian Agama menunjukkan jumlah pesantren di seluruh Indonesia mencapai 28.961 pesantren.

"Sedangkan (anggaran) untuk pesantren jumlahnya hanya puluhan miliar untuk mengurus puluhan ribu pesantren," kata Cucun.

"Ketika seorang kiai pesantren yang ingin membetulkan atap bangunannya saja dia harus mengirimkan proposal kepada orang kaya. Satu tahun belum terwujud. orang mmeberikan 100, 200 ribu. Padahal kebutuhannya ratusan juta. kita harus lihat fenomena itu," ujar dia.

Cucun berharap, RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan dapat mendorong negara lebih memerhatikan pesantren dan pendidikan keagamaan lainnya, saat disahkan menjadi undang-undang.

Menurut dia, dengan jumlah pesantren yang mencapai puluhan ribu, seharusnya negara dapat memanfaatkannya untuk mencetak potensi anak bangsa yang berkualitas.

"Dulu janji Pak Jokowi ketika kami ajak kampanye ke pesantren, Beliau selalu bilang, ketika saya jadi presiden tidak boleh ada cerita pesantren yang WC-nya bau pesing, yang asramanya kumuh," kata Cucun.

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Madrasah dan Pendidikan Keagamaan menjadi RUU inisiatif DPR RI pada rapat Baleg, Kamis (13/9/2018).

Kompas TV Di Pondok Pesantren Al Zaytun, Indramayu, peringatan 1 Muharam menghadirkan tokoh lintas agama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com