JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indrarti menjelaskan oknum polisi yang diduga melakukan kekerasan di SMK semi-militer di Batam, dapat dikenakan sanksi melalui tiga proses hukum.
Proses hukum tersebut terdiri dari disiplin, kode etik, dan pidana.
"Ketiganya bisa dilakukan jika perbuatannya memenuhi unsur pelanggaran disiplin, etik dan kejahatan pidana," tutur Poengky ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (13/9/2018).
Persidangan untuk pelanggaran disiplin dan kode etik dilakukan secara internal oleh Polri.
Sementara itu, anggota kepolisian juga tunduk terhadap peradilan umum sesuai Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Baca juga: 6 Fakta Sekolah yang Memiliki Sel Tahanan di Batam
"Jadi, jika yang bersangkutan diduga melakukan tindak pidana, maka akan diadili di peradilan umum," ujarnya.
Sanksi yang diberikan berbeda-beda tergantung apa yang dilakukan anggota tersebut. Hukuman yang dijatuhkan melalui hukum pidana tentu mengacu pada peraturan yang ada.
Sementara sanksi secara internal dapat berupa penundaan kenaikan pangkat hingga pemberhentian dengan tidak hormat.
"Untuk etik, sanksi terberat antara lain adalah PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat). Untuk disiplin, sanksinya antara lain sel selama 21 hari, penundaan kenaikan pangkat, dan pembebasan dari jabatan," ujar Poengky.
Baca juga: KPAI: Korban Kekerasan Sekolah Semi Militer di Batam Trauma Berat
Terkait kasus kekerasan yang diduga dilakukan oknum polisi berinisial ED terhadap muridnya, Poengky belum dapat mengungkapkan sanksinya karena masih menunggu proses investigasi.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Setyo Wasisto sebelumnya mengatakan, Polri masih mengonfirmasi kasus tersebut ke kepolisian setempat.
"Kita masih konfirmasi ke (kepolisian) Batam. Saya mohon waktu. Nanti kita ekspose lagi," kata Setyo di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Kamis siang.
Ia menuturkan, Polri terlebih dulu mengumpulkan fakta-fakta yang ada guna melihat peristiwa ini lebih jernih.
Baca juga: Kompolnas Minta Polri Tindak Pelaku Kekerasan di SMK Semi Militer di Batam
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan praktik tindak kekerasan ala militer di sebuah SMK swasta di Batam, Kepulauan Riau. Bahkan, sekolah tersebut juga memiliki sel tahanan untuk menghukum para muridnya.
Pelaku menjalankan sekolahnya ia jalankan dengan sistem semi-militer. Ia diketahui juga merupakan pemilik modal sekolah swasta tersebut.
Korban RS (17) merupakan salah satu muridnya. Ia menerima perlakuan kasar berupa penjemputan paksa, diborgol, dan dipukul oleh pelaku.
Setelah itu, RS dijebloskan ke "penjara" di sekolah dan kembali menerima tindak kekerasan dengan berjalan jongkok di pekarangan sekolah yang beraspal sambil diborgol.
Semua kejadian tersebut disaksikan oleh teman-temannya dan didokumentasikan.
Pelaku kemudian menyebarkan hasil dokumentasi tersebut melalui media sosial dan aplikasi pesan instan hingga ke sanak saudara RS.
Perundungan tersebut membuat RS mengalami trauma berat sehingga membutuhkan penanganan medis dan psikis.