Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biarkan Kadernya Dukung Jokowi, Demokrat Terkesan Setengah Hati Menangkan Prabowo

Kompas.com - 10/09/2018, 14:38 WIB
Reza Jurnaliston,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai suatu hal yang tidak lazim jika parpol membiarkan dan membolehkan jajaran pimpinan di bawahnya berbeda sikap dan pilihan politik dengan pimpinan pusat (DPP).

Hal itu dikatakan Syamsuddin menanggapi sikap Partai Demokrat yang memberikan dispensasi bagi kadernya yang mendukung Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019.

Dengan sikap seperti itu, Syamsuddin menilai Demokrat justru setengah hati mendukung Prabowo-Sandiaga.

“Jika DPP Demokrat sudah putuskan untuk mendukung koalisi Prabowo-Sandi, semua jajaran partai di bawahnya harus mengamankan hal itu. Itulah risiko berpartai, di mana disiplin dan soliditas partai harus ditegakkan,” ujar Syamsuddin saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/9/2018).

Syamsuddin berpendapat, bila ada yang berbeda sikap dan pilihan politik, mau tidak mau kader Demokrat yang bersangkutan harus mundur.

Baca juga: Kader Demokrat Dukung Jokowi, Gerindra Yakin Koalisi Prabowo Solid

Syamsuddin mengatakan, bila ada kader yang tidak mau mundur, DPP Partai Demokrat harus memberi hukuman, memecat, atau memberhentikan yang bersangkutan.

“Jadi, kalau ada pengurus Demokrat di pusat, provinsi, dan kabupaten atau kota yang dukung Jokowi ya harus mundur atau dimundurkan oleh DPP (Partai Demokrat),” ujar Syamsuddin.

“Jika DPP membiarkan, itu artinya Demokrat dan SBY setengah hati mendukung Prabowo-Sandi. Dan jika DPP membolehkan kader pilih yang lain (Jokowi-Ma’ruf Amin) jelas akan berdampak buruk bagi citra partai sehingga tidak mustahil dalam pileg suara Demokrat akan makin terperosok,” Syamsuddin menambahkan.

Sebelumnya, Partai Demokrat akan memberikan dispensasi kepada kadernya yang mendukung capres-cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Baca juga: PDI-P Tak Merasa Diuntungkan dengan Dukungan DPD Demokrat kepada Jokowi

Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengatakan, hingga saat ini baru satu daerah yang sedang dipertimbangkan serius mendapatkan dispensasi.

"Hanya Papua yang sedang serius kami pertimbangkan," ujar Ferdinand kepada Kompas.com, Minggu (9/9/2018) malam.

Selain Papua, kata dia, ada tiga DPD lainnya yang juga berkeinginan mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019.

Ia menyebutkan, hal itu untuk menjaga suara partai.

"Kami lihat opini dan animo masyarakat di sana untuk mendukung Pak Jokowi tinggi sehingga kami harus berpikir juga menyelamatkan partai kami dengan demikian nanti akan ada dispensasi khusus dari DPP terhadap daerah tertentu. Tidak banyak, sedikit sekali," kata dia.

Kompas TV Partai Demokrat akan memberi sanksi kepada kadernya yang tidak mengikuti perintah partai pada Pilpres 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com