Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penahanan Idrus Marham Dinilai Tak Begitu Mengguncang Golkar

Kompas.com - 01/09/2018, 11:09 WIB
Reza Jurnaliston,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Sosial Idrus Marham resmi ditahan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (31/8/2018).

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mengatakan, penahanan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar tersebut tidak menggangu stabilitas internal Golkar.

“Golkar ini terbiasa bergoyang dan digoyang. Kader-kadernya sendiri masalah sepele bisa bergoyang. Menurut saya kalau toh (ada pertentangan internal) akan ada way out, jalan keluar,” ujar Firman, Sabtu.

Firman mengatakan, Partai Golkar berpengalaman di kancah perpolitikan Indonesia. Penahanan Idrus tersebut tidak begitu berpengaruh di internal partai itu.

Baca juga: KPK Berharap Idrus Marham Buka-bukaan soal Kasus PLTU Riau-1

Ditetapkannya Idrus sebagai tersangka, menurut Firman, Partai Golkar jadi punya momentum untuk melakukan regenerasi pengurus.

“Golkar punya sosok untuk menggantikan sosok Idrus jadi tidak terlalu membuat goncangan kepada Golkar,” ujat dia.

Di sisi lain, Firman menyoroti peran partai politik dalam mencegah perilaku koruptif. Menurut Firman, trend perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme partai politik masih terjadi hingga kini.

“Kenapa trend ini (KKN) berulang, karena budaya yang dibangun di parpol adalah pendekatan kebudayaan uang, membangun patronase politik dengan cara uang,” tutur Firman.

“Memang kondisi kepartaian kita bangkrut kalau tidak ditopang dari sumber-sumber dana perorangan, karena memang sumbangan negara terbatas, narikin dana internal kurang. Jadi yang bermain diharapkan orang-orang yang punya jabatan atau dengan jabatan yang bisa meloloskan kebijakan,” tambah Firman.

 Idrus Marham diduga telah berperan dalam pemberian uang suap terhadap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Menurut KPK, Idrus berperan dalam mendorong agar Eni menerima uang Rp 4 miliar pada November dan Desember 2017, serta Rp 2,2 miliar pada Maret dan Juni 2018.

Semua uang itu diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo, selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.

Baca juga: Ditahan, Idrus Marham Diminta KPK Kooperatif Ungkap Nama-nama Lain

Eni Maulani Saragih sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt. Eni diduga menerima suap atas kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.

Eni diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Commitment fee tersebut diberikan Johannes Budisutrisno Kotjo.

Dalam kasus itu, KPK juga menetapkan Johannes sebagai tersangka karena memberikan suap kepada Eni.

Menurut KPK, dalam pengembangan penyidikan diketahui bahwa Idrus ikut membantu dan bersama-sama dengan Eni Maulani menerima suap.

Idrus dijanjikan uang 1,5 juta dollar AS oleh Johannes Budisutrisno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com