JAKARTA, KOMPAS.com — Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, deklarasi #2019GantiPresiden tak bisa dikatakan sebagai aksi kampanye. Namun, dia mengatakan, pelaksanaan gerakan itu tetap harus berjalan sesuai aturan.
Nantinya, jika sudah memasuki tahap kampanye pun, massa tidak akan dipersilakan untuk berlaku bebas seenaknya.
"Bukan berarti orang bebas seenaknya sendiri, tetapi untuk kampanye terutama rapat umum ada aturannya," kata Wahyu di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (27/8/2018).
Kampanye pemilu, yang tahapannya baru akan dimulai 23 September mendatang, menurut Wahyu, metodenya ada bermacam-macam. Untuk mewujudkan kampanye sebagai media sosialisasi politik antarpeserta, KPU akan meminimalkan metode yang sifatnya hanya "hore-hore" saja.
Baca juga: #2019GantiPresiden Tuai Penolakan, Golkar Ajak Publik Jualan Capres
Konsekuensinya, KPU memberikan konsep seluas-luasnya kepada peserta pemilu untuk melakukan kampanye yang bersifat dialogis yang mencerdaskan masyarakat.
Wahyu menjelaskan, metode kampanye dengan mengumpulkan massa disebut sebagai rapat umum.
Pada rapat umum itu disampaikan mengenai visi dan misi pasangan calon. Frekuensi pelaksanaannya pun dibatasi.
"Rapat umum itu bukan media menebar kebencian, memecah belah persatuan bangsa, tapi mengedukasi masyarakat," ujarnya.
Baca juga: Luhut: Enggak Apa-apa Deklarasi #2019GantiPresiden Dilarang, daripada Bentrok
Maka dari itu, Wahyu mengimbau, supaya deklarasi #2019GantiPresiden pun menjunjung hal yang sama. Meskipun kegiatan tersebut tak diatur dalam Peraturan KPU (PKPU), bukan berarti hal itu bebas dilakukan.
"Karena ada hukum lain yang mengatur itu. Semua pihak juga harus menghormati hukum yang berlaku termasuk penggagas deklarasi-deklarasi yang ada, baik deklarasi ganti presiden atau deklarasi #Jokowi2periode," ujar Wahyu.
Deklarasi politik tersebut, menurut Wahyu, menggambarkan gairah dan partisipasi politik masyarakat. Hal itu bukan sesuatu yang negatif.
Namun, hal itu akan menjadi negatif jika kemudian ekspresi atau partisipasi politik tersebut dilakukan tidak sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
"Tetapi jika itu dilakukan sesuai denga koridor hukum dalan pandangan kami bagus," kata dia.