Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepentingan Elektoral Buat Kasus Pelanggaran Kebebasan Beragama Mangkrak

Kompas.com - 20/08/2018, 19:54 WIB
Devina Halim,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepentingan politik elektoral dinilai menjadi sumber mangkraknya berbagai kasus pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB). Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos di Kantor Setara Institute, Jakarta, Senin (20/8/2018).

"Jadi kalau ditanya bagaimana prospek (penanganan) KBB di Indonesia, selama politik elektoral, kepentingan elektoral itu dikedepankan, saya pesimis ada perbaikan yang berarti," tutur Bonar.

Ia menjelaskan para pejabat negara tidak berani untuk menindaklanjuti kasus pelanggaran KBB karena takut kehilangan basis suara dari kelompok mayoritas. Hal itu akan berakibat mereka tidak akan terpilih lagi sebagai kepala negara.

Baca juga: Jokowi Dianggap Berutang Tuntaskan Masalah GKI Yasmin-HKBP Filadelfia

Ia memberikan contoh terkait kasus penyegelan GKI Yasmin di Bogor. Gereja ini telah memiliki putusan Mahkamah Agung yang menjamin tempat ibadah tersebut dapat dibangun dan digunakan sejak tahun 2011. Namun, keberadaan gereja tersebut tetap ditentang sekelompok orang.

Kemudian, Wali Kota Bogor saat itu, Bima Arya memberikan solusi untuk membangun masjid dan gereja pada lokasi tersebut di tahun 2016. Akan tetapi, sampai saat ini hingga Bima Arya terpilih lagi menjadi wali kota, janji tersebut belum dilaksanakan.

"Ini menunjukkan politik elektoral sangat menonjol, itu sebabnya kenapa hampir tidak ada inisiatif dari pemerintah daerah (pemda) untuk menyelesaikan kasus KKB," ujarnya.

Baca juga: Cendekiawan Muslim Nilai Penyerangan terhadap Ahmadiyah Tak Sesuai Nilai Islam

"Karena mereka ingin memelihara dukungan dari kelompok mayoritas, dan kelompok intoleran itu mereka akomodir dengan dasar misalnya keamanan, dan stabilitas," lanjut dia.

Kini Bima Arya telah resmi menjadi Wali Kota Bogor untuk periode kedua. Bonar pun berharap kali ini sang wali kota dapat benar-benar merealisasikan solusi yang ditawarkannya sendiri. Hal seperti itu bukan kali pertama terjadi. Bonar melihat bahwa selama ini para pejabat negara memang cenderung hanya memberikan janji semata terkait KBB.

"Meskipun dari tingkat nasional sampai daerah memberikan retorika bahwa mereka menjaga keberagaman, mereka memelihara Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, tetapi dalam tingkat aksi dan tindakan sangat minim," kata dia.


Kompas TV Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila mengunjungi Wihara Dharma Raya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com