JAKARTA, KOMPAS.com - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih di lantai 11, gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/7/2018) petang.
Pantauan Kompas.com, tiga orang petugas pengamanan dalam DPR (Pamdal) menjaga pintu yang mengarah ke ruang kerja Eni.
Mereka melarang siapapun, termasuk jurnalis, untuk melewati pintu tersebut dan mendekat ke ruang kerja Eni.
Seorang pamdal membenarkan adanya tim KPK yang tengah melakukan penggeledahan.
"(Datang) sejak sebelum magrib lah kira-kira, jumlahnya (tim KPK) saya tidak tahu," ujar dia.
Baca juga: KPK Segel Ruang Kerja Eni Maulani Terkait Kasus Suap Proyek PLTU Riau-1
Secara terpisah, Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD ) Sufmi Dasco Ahmad membenarkan adanya penggeledahan ruang kerja Eni oleh KPK.
Dasco mengatakan, pihak KPK telah menginformasikan soal penggeledahan tersebut ke pihak MKD dan menyertakan surat perintah penggeledahan.
"Tadi saya dampingi sebentar lalu ada beberapa anggota, staf dan tenaga ahli MKD sekarang sedang berlangsung," ujar Dasco kepada wartawan.
Sebelumnya KPK telah menyegel ruang kerja Eni sejak dua hari lalu. Pintu ruang kerja politisi Partai Golkar itu dipasangi segel KPK berwarna hitam-merah. Bagian gagang pintu dipasangi kertas bertuliskan "Untuk Keadilan, Disegel".
KPK menetapkan Eni Maulani Saragih sebagai tersangka kasus suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
Eni diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Komitmen fee tersebut diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Diduga, suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus.
KPK menduga penerimaan suap sebesar Rp 500 juta itu merupakan penerimaan keempat dari Johannes. Total nilai suap yang diberikan Johannes kepada Eni sebesar Rp 4,8 miliar.
Tahap pertama uang suap diberikan pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar.
Kedua, pada Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar dan ketiga pada 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta.