Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Empat Harapan Publik dalam Pilpres 2019

Kompas.com - 11/07/2018, 07:02 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menemukan sejumlah potret harapan publik pada Pilpres 2019 mendatang.

Survei LSI itu dilakukan terhadap 1200 responden pada periode 28 Juni-5 Juli 2018.

Sejumlah harapan publik itu terdiri dari cita-cita pemerintahan yang kuat hingga keengganan publik atas terulangnya konflik Pilkada DKI Jakarta 2017 di Pilpres 2019 nanti.

Baca juga: Saat Dua Menteri Mengungkit Masa-masa Jadi Timses Jokowi-JK di Hadapan Anies...

Adapun empat harapan publik dari temuan survei tersebut adalah:

1. Pemerintahan kuat untuk pertumbuhan ekonomi

Peneliti LSI Adjie Alfaraby mengungkapkan, isu pemerintahan yang kuat untuk menumbuhkan ekonomi diutamakan oleh publik dibandingkan pemerintahan yang bersih dan pemerintahan yang menjalankan hak asasi manusia.

Adapun rinciannya pada isu Pilpres 2019 diharapkan menghasilkan pemerintahan yang kuat, diutamakan oleh 80,7 persen responden.

Baca juga: PDI-P Siapkan 21.000 Caleg untuk Pemilu 2019

Sedangkan yang tidak mengutamakan sebesar 7,3 persen dan tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 12 persen.

Menurut Adjie, LSI merangkum definisi publik terkait pemerintahan yang kuat untuk menumbuhkan ekonomi.

Pertama, kata dia, publik mendefinisikan pemerintahan kuat jika Presiden didukung oleh mayoritas DPR. Poin ini disetujui oleh 78,8 persen responden. Sementara 10,7 persen tak setuju, 10,5 persen lainnya tak tahu atau tak menjawab.

Baca juga: Kalau Ada Pilihan Orang Baik, Masyarakat Antusias Ikut Pemilu 2019

"Kemudian berikutnya pemerintahan kuat jika Presiden didukung pelaku bisnis dalam atau luar negeri. Angkanya 77,5 persen sertuju. 10,1 persen tidak setuju, 12,4 persen tidak tahu atau tidak menjawab," ujar dia dalam paparan rilis survei di kantor LSI Denny JA, Jakarta, Selasa (10/11/2018).

Ketiga, publik menginginkan pemerintahan kuat yang mampu mengendalikan aparat hukum dan keamanannya dengan baik. Poin ini disetujui 72,5 persen. Sementara 15,3 persen tidak setuju dan 12,2 persen lainnya tak tahu atau tak menjawab.

"Dan keempat pemerintahan yang kuat jika didukung mayoritas pemuka agama berpengaruh. Angkanya 69,8 persen. Jadi empat poin ini adalah empat poin yang didefinisikan publik sebagai pemerintahan yang kuat," ujar dia.

 

2. Pemerintahan yang bersih

Selain pemerintahan yang kuat, 75,5 persen responden mengutamakan pemerintahan yang bersih. Sementara 9,4 persen responden tak mengutamakan isu ini. 15,1 persen responden lainnya tak tahu atau tak menjawab.

Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby (kanan) memaparkan rilis survei di kantor LSI, Jakarta, Selasa (10/7/2018)DYLAN APRIALDO RACHMAN/KOMPAS.com Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby (kanan) memaparkan rilis survei di kantor LSI, Jakarta, Selasa (10/7/2018)

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com