Survei LSI itu dilakukan terhadap 1200 responden pada periode 28 Juni-5 Juli 2018.
Sejumlah harapan publik itu terdiri dari cita-cita pemerintahan yang kuat hingga keengganan publik atas terulangnya konflik Pilkada DKI Jakarta 2017 di Pilpres 2019 nanti.
Adapun empat harapan publik dari temuan survei tersebut adalah:
1. Pemerintahan kuat untuk pertumbuhan ekonomi
Peneliti LSI Adjie Alfaraby mengungkapkan, isu pemerintahan yang kuat untuk menumbuhkan ekonomi diutamakan oleh publik dibandingkan pemerintahan yang bersih dan pemerintahan yang menjalankan hak asasi manusia.
Adapun rinciannya pada isu Pilpres 2019 diharapkan menghasilkan pemerintahan yang kuat, diutamakan oleh 80,7 persen responden.
Sedangkan yang tidak mengutamakan sebesar 7,3 persen dan tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 12 persen.
Menurut Adjie, LSI merangkum definisi publik terkait pemerintahan yang kuat untuk menumbuhkan ekonomi.
Pertama, kata dia, publik mendefinisikan pemerintahan kuat jika Presiden didukung oleh mayoritas DPR. Poin ini disetujui oleh 78,8 persen responden. Sementara 10,7 persen tak setuju, 10,5 persen lainnya tak tahu atau tak menjawab.
"Kemudian berikutnya pemerintahan kuat jika Presiden didukung pelaku bisnis dalam atau luar negeri. Angkanya 77,5 persen sertuju. 10,1 persen tidak setuju, 12,4 persen tidak tahu atau tidak menjawab," ujar dia dalam paparan rilis survei di kantor LSI Denny JA, Jakarta, Selasa (10/11/2018).
Ketiga, publik menginginkan pemerintahan kuat yang mampu mengendalikan aparat hukum dan keamanannya dengan baik. Poin ini disetujui 72,5 persen. Sementara 15,3 persen tidak setuju dan 12,2 persen lainnya tak tahu atau tak menjawab.
"Dan keempat pemerintahan yang kuat jika didukung mayoritas pemuka agama berpengaruh. Angkanya 69,8 persen. Jadi empat poin ini adalah empat poin yang didefinisikan publik sebagai pemerintahan yang kuat," ujar dia.
2. Pemerintahan yang bersih
Selain pemerintahan yang kuat, 75,5 persen responden mengutamakan pemerintahan yang bersih. Sementara 9,4 persen responden tak mengutamakan isu ini. 15,1 persen responden lainnya tak tahu atau tak menjawab.
3. Pemerintahan yang menjalankan HAM
Sebanyak 67,5 persen responden juga mengutamakan pemerintahan yang mampu melaksanakan HAM dengan baik. Sementara 10,8 persen tak mengutamakan isu ini. 21,7 persen lainnya tak tahu atau tak menjawab.
4. Tak ingin konflik Pilkada DKI Jakarta 2017 terulang
Hasil survei juga menunjukkan, mayoritas responden tak menginginkan konflik berkepanjangan yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2017, terulang lagi pada Pilpres 2019.
Adjie mengungkapkan, keinginan tersebut disampaikan 72,5 persen responden.
"Hanya 18,5 persen yang cukup menerima pembelahan publik terjadi di Pilpres 2019. Sebanyak 9 persen tidak tahu atau tidak menjawab," kata Adjie.
Adjie melihat, temuan itu merupakan cerminan kekhawatiran publik atas terulangnya konflik seperti di Pilkada DKI Jakarta 2017.
Oleh karena itu, temuan ini dinilainya sebagai bentuk keengganan publik untuk kembali pada konflik horizontal yang cukup tajam antara pendukung pasangan calon.
"Pada waktu itu pembelahan di publik cukup besar antara yang mendukung Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) dan yang tidak mendukung Ahok. Hampir semua terbelah, di lingkungan pertemanan, teman ini mendukung Ahok, kelompok teman lainnya enggak mendukung. Bahkan itu sampai ke lingkungan kerja, ke lingkungan keluarga terpecah," kata dia.
Melihat hasil survei ini, ia menilai, ada kedewasaan politik yang tinggi di kalangan masyarakat saat ini untuk mencegah perpecahan dalam kontestasi politik.
Ia juga menilai, temuan ini menjadi peringatan bagi seluruh elite partai politik hingga pasangan capres-cawapres nantinya untuk tak melakukan upaya yang memicu konflik.
"Mulai ada kesadaran untuk menghindari agar jangan lagi terjadi hal seperti ini. Ini juga bisa jadi pesan nantinya untuk semua elite politik baik parpol, hingga calon untuk tidak mendorong hal-hal ini terjadi lagi," ujar dia.
Survei kuantitatif ini menggunakan metode multistage random sampling di 33 provinsi Indonesia.
Adapun margin of error survei plus minus 2,9 persen. Artinya, angka survei bisa berkurang atau bertambah sebanyak 2,9 persen. Survei ini dibiayai secara mandiri oleh LSI Denny JA.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/11/07024821/empat-harapan-publik-dalam-pilpres-2019