Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Demokrat Tak Bergabung dengan Koalisi Pendukung Jokowi....

Kompas.com - 03/07/2018, 18:24 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Alasan Partai Demokrat hingga saat ini belum kunjung bergabung ke partai politik koalisi pendukung Joko Widodo pada pemilihan presiden 2019, akhirnya terungkap.

Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Imelda Sari mengatakan Partai Demokrat keberatan apabila Jokowi mengumumkan calon wakil presidennya pada menit-menit terakhir pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sebab, hal itu mempersempit waktu partai-partai politik pendukung untuk mendiskusikan calon wakil presiden pilihan Jokowi itu.

"Coba kita lihat koalisi Pak Jokowi. Siapa sih cawapres Jokowi? Kalau kemudian cawapresnya ditentukan di 'last minute', artinya kan koalisi menjadi terkunci. Hanya dalam waktu beberapa jam saja pendaftaran pasangan calon presiden calon wakil presiden ditutup, partai koalisi menjadi tidak bisa menolak pilihan cawapres itu," ujar Imelda dalam diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (3/7/2018).

Baca juga: Elite Demokrat Pamer Gambar JK-AHY

"Inilah yang membuat kami, kalau sudah dikunci begitu, jadi tidak tahu siapa cawapres kita,"lanjut dia.

Apalagi, di tengah waktu pembahasan cawapres pilihan Jokowi itu, lanjut Imelda, ada partai politik yang dominan dan menguasai arah keputusan koalisi.

Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut berprinsip, koalisi partai politik seharusnya dibangun bukan dengan cara demikian. Koalisi mesti dibangun berdasarkan keselarasan visi dan misi, kuatnya chemistry satu sama lain serta sikap saling percaya di antara partai politik anggota koalisi.

"Tapi kalau koalisi itu dibangun dengan cara mengunci seperti itu, itu tidak memberikan keleluasaan para ketua umum parpol untuk bertemu, membahas terlebih dahulu siapa cawapresnya, itu tidak baik," lanjut dia.

Baca juga: Ketua DPP Partai Demokrat: 90 Persen Pengurus Inti Memilih JK-AHY

Maka, di tengah kondisi itu, Partai Demokrat pun mewacanakan menduetkan Jusuf Kalla dengan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai capres dan cawapres di Pilpres 2019. Wacana itu, kata Imelda, akan dikomunikasikan dengan partai politik lain, baik dengan partai politik yang sudah bulat mendukung Jokowi atau yang belum.

Imelda pun berharap wacana ini diterima oleh mereka.

"Bagi ketua umum partai politik yang berharap menjadi cawapres, jika itu tidak bisa mereka dapatkan, hal yang paling mungkin adalah ya berpindah koalisi. Politik saat ini sangat cair," ujar dia.


Kompas TV Pasca Pilkada, konsentrasi partai politik kini bersiap menghadapi Pilpres 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com