Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rasional, Zulkifli Tak "Ngotot" Jadi Cawapres Prabowo

Kompas.com - 26/06/2018, 19:30 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengaku tak berkukuh menjadi calon wakil presiden pendamping Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di Pilpres 2019.

Ia mengatakan, dalam membangun koalisi tak bisa masing-masing partai memaksakan kehendaknya.

Meski demikian, jika berkoalisi dengan Gerindra, semua partai yang hendak bergabung memang akan berlomba-lomba menjadi cawapres Prabowo.

Sebab, semua partai berkeinginan menjaga perolehan kursinya di DPR. Dalam pemilu serentak, hal itu bisa dilakukan dengan menjadi capres atau cawapres.

"Dalam koalisi itu, kesepakatan kesepahaman enggak bisa kami harga mati. Kalau harga mati itu kalau PAN cukup bisa. Kalau kami bisa usung sendiri, harga mati. Tapi kalau enggak bisa tentu kesepakatan. Akan sangat tergantung koalisinya. Kami rasional saja," kata Zul, sapaannya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/6/2018).

Baca juga: Pertemuan Zulkifli-Prabowo dan Sinyal Koalisi di Pilpres 2019

PAN tidak bisa mengusung sendiri pasangan capres-cawapres. Dalam Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres pada 2019. Acuannya hasil pemilu 2014.

Berdasarkan Pemilu 2014, PAN hanya memperoleh 7,59 persen suara sah nasional atau 8,6 persen kursi DPR.

Zulkifli mengakui saat ini masing-masing partai sudah menunjukan egonya dengan mengupayakan ketua umumnya menjadi cawapres bagi Presiden Joko Widodo atau Prabowo.

Baca juga: HNW Sebut Ada Wacana Pasangan Anies-Aher pada Pilpres 2019

Namun, PAN juga melihat peluang jika nantinya ada beberapa partai dari koalisi Jokowi yang berpindah haluan lantaran ketua umumnya tak dipilih menjadi cawapres.

Terhadap partai-partai itu, PAN membuka komunikasi untuk membangun poros baru di luar koalisi Jokowi dan Prabowo.

"Kan ada alternatif 1, alternatif 2, alternatif 3. Misal PKB, Cak Imin enggak bisa jadi cawapres, terus cari alternatif. Kami berdua enggak bisa. Mestinya ada satu partai lagi. Tapi kalau Golkar yang marah, ayo PAN kita berdua saja. Masih bisa itu," kata Zul.

"Jadi tergantung detik-detik injury time. Jadi ada alternatif 1 alternatif 2. Masih cair. Memang enggak bisa hari ini a atau b. Belum bisa. Tapi pembicaraan harus dilakukan, harus dimulai untuk bangun kesepahaman," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com