JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang (Kontras) Yati Andriani mengungkapkan, praktek penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi pada periode Juni 2017 sampai dengan Mei 2018 masih tinggi.
Yati memaparkan institusi pelaku penyiksaan juga masih sama, yakni Polri, TNI dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
“Penyiksaan ini bersifat repetisi atau berulang, berkesinambungan, dan terus menerus dijadikan sebagai cara untuk mendapatkan informasi maupun penghukuman yang dilakukan oleh aparat keamanan dan aparat penegak hukum,” papar Yati saat konferensi Pers 20 Tahun Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan: Situasi dan Penanganan Praktik Penyiksaan di Indonesia Masih Kelam”, di bilangan Jakarta Pusat, Selasa (26/5/2018).
Baca juga: Menurut Kontras, Ini Penyebab Terjadinya Tindakan Penyiksaan terhadap Warga Sipil
Yati memaparkan dalam periode Mei 2017 hingga Juni 2018, telah terjadi peningkatan jumlah kasus penyiksaan yang dialami oleh masyarakat.
Berdasarkan dokumentasi Kontras, tutur Yati, setidaknya ada 143 peristiwa penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya.
Selain itu, papar Yati, pihaknya mencatat 59 peristiwa hukuman cambuk yang diselenggarakan di Aceh. Tidak kurang dari 315 orang menderita luka, yang terdiri dari 263 orang laki-laki dan 52 orang perempuan.
Baca juga: Indonesia Berada di Bawah Bayang-bayang Penyiksaan...
“Data yang kami himpun ini data yang berasal dari pengaduan-pengaduan yang Kontras tangani serta pemantauan dari media,” papar Yati.
Padahal, kata Yati, tahun ini, selain digadang-gadang sebagai 20 tahun Reformasi, juga merupakan tahun ke-20 semenjak Indonesia meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan dan Perbuatan Tindak Manusiawi Lainnya atau Convention Against Torture (CAT) ke dalam UU No 5 tahun 1998.
Baca juga: Kontras: Dalam Tujuh Tahun, Kasus Penyiksaan oleh Aparat Meningkat
Namun demikian, tutur Yati, rupanya sejumlah masalah dan kelemahan dalam pencegahan dan penghukuman penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya di Indonesia masih belum ditangani oleh serius oleh negara.
“Pemerintah masih banyak pekerjaan rumah terkait dengan penghapusan dan penghukuman tindakan penyiksaan kejam tidak manusiawi,” kata dia.