Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apresiasi Kepemimpinan Lokal, Maarif Institute Gelar Maarif Award 2018

Kompas.com - 27/05/2018, 19:28 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Maarif Institute kembali menggelar Maarif Award kepada sosok kepemimpinan lokal yang telah berkontribusi besar dalam merekatkan persatuan dan menciptakan perubahan di masyarakat.

Direktur Eksekutif Maarif Institute Muhammad Abdullah Darraz mengungkapkan, penghargaan ini ditujukan kepada sosok-sosok atau lembaga yang diakui telah berhasil melakukan perubahan sosial di masyarakat dan komunitasnya.

"Mereka menghidupkan harapan dari optimisme melalui kerja-kerja dan komitmen tinggi pada nilai-nilai toleransi, kebinekaan, dan keadilan sosial," kata Darraz dalam konferensi pers di studio Metro TV, Jakarta, Minggu (27/5/2018).

Darraz menilai, sosok-sosok ini menjadi oase yang menyuntikan harapan baru dan menumbuhkan model kepemimpinan alternatif.

Baca juga: Maarif Award 2018, Mencari Pejuang Kemanusiaan

Ia berharap sosok yang menerima penghargaan ini dapat melakukan penguatan dan pemberdayaan masyarakat sipil dalam pencegahan kekerasan sektarian dan mampu menjembatani hubungan antar-agama di kalangan masyarakat akar rumput.

"Mereka merupakan pejuang kemanusiaan dan penggerak proses perubahan sosial di tingkat akar rumput dengan komitmen tinggi terhadap toleransi, pluralisme, moderasi, dan keadilan sosial," ucapnya.

Abah Rosyid

Setelah menerima lebih dari 30 nama yang diajukan oleh publik, dewan juri Maarif Award 2018 hanya berhasil menentukan satu kandidat yang layak menerima penghargaan.

Sosok itu bernama Abdul Rosyid Wahab, dari Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT)

Abdul Rosyid Wahab atau yang akrab disapa Abah Rosyid dikenal sebagai sosok pelintas batas primordial dan promotor toleransi antarumat beragama di kabupaten Sikka, Maumere, NTT.

Jejaknya merentang dari pencegahan konflik suku, agama, ras dan antargolongan, pendampingan bencana alam Rokatenda, hingga mempelopori lembaga pendidikan Muhammadiyah di Maumere yang 80 persen guru dan pelajarnya merupakan umat Katolik.

Baca juga: Tuan Guru Bajang Ceritakan Indahnya Toleransi Beragama di NTB

Abdul Rosyid sendiri tak menyangka ia akan menerima penghargaan ini. Apa yang dilakukannya selama ini, murni menjalankan nilai-nilai agama Islam sebagai alat pemersatu umat.

"Sudah tentu untuk kemaslahatan bagi masyarakat. Dan yang ketiga, saya ini orang biasa tiba-tiba datang ke sini saya merenung apa yang bisa saya lakukan hingga bisa sampai sini," kata Rosyid.

Pria berusia 81 tahun ini merenungkan bahwa kebersamaan merupakan pedoman utama baginya dalam menjalin persatuan antarkelompok masyarakat. Ia juga merasa tak melakukan berbagai pekerjaannya sendirian.

"Di situlah saya merasa bermakna, jadi bukan saya sendiri tapi banyak yang sama-sama dalam kebersamaan ini. Kami sama-sama turun untuk mensosialisasikan pentingnya kebersamaan ini," kata dia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com