DEPOK, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju berpendapat, persoalan kepadatan penghuni lapas dan rutan harus menjadi perhatian pemerintah.
Menurut Anggara, insiden penyanderaan di rutan cabang Salemba, kompleks Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok pada Selasa (8/5/2018) malam hingga Kamis (10/5/2018) pagi berpotensi terjadi di rutan lainnya yang mengalami over-kapasitas.
"ICJR memandang bahwa persoalan kepadatan penghuni (overcrowded) lapas dan rutan di Indonesia adalah persoalan akut yang tidak kunjung mendapatkan respon memadai dari pemerintah," ujar Anggara melalui keterangan tertulisnya, Jumat (11/5/2018).
Baca juga: ICJR Apresiasi Polri yang Kedepankan Prinsip HAM Tangani Insiden Mako Brimob
"Kerusuhan yang terjadi di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob juga berpotensi terjadi di berbagai Rutan dan Lapas di Indonesia apabila pemerintah tidak segera merespon dengan baik dalam bentuk reformasi pemidanaan dan reformasi lapas dan rutan," ucapnya.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian, menyebutkan bahwa salah satu masalah yang menyebabkan terjadinya kerusuhan tersebut adalah karena adanya kepadatan penghuni di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob.
Rutan yang idealnya diisi oleh 64 orang namun dihuni oleh 155 orang narapidana kasus terorisme.
Baca juga: Lewat Medsos, Sejumlah Menteri Berbelasungkawa atas Polisi Korban Kerusuhan Mako Brimob
Di sisi lain, alih-alih melakukan reformasi pemidanaan, ICJR memandang pemerintah terus menerus mengeluarkan tindak pidana baru dengan ancaman pidana penjara yang tinggi dalam kebijakan pemidanaan.
Termasuk dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini sedang dibahas antara pemerintah dan DPR.
"Sejak awal, Rutan Salemba Cabang Mako Brimob tidak didesain sebagai Rutan/Lapas untuk diisi tahanan/narapidana yang dalam kategori high risk," kata Anggara.
Baca juga: Senin, Komisi III DPR Akan Kunjungi Mako Brimob
Selain itu, ICJR juga mendorong agar pemerintah segera membangun dan memperbaiki fasilitas penahanan dan pemasyarakatan yang memadai khusus untuk tahanan dan narapidana yang berkategori high risk seperti tahanan dan narapidana kasus terorisme.
Dalam insiden penyanderaan tersebut lima anggota polri gugur. Sementara satu narapidana teroris tewas karena berusaha melawan dan merebut senjata petugas.
Adapun kelima anggota Polri yang gugur adalah:
1. Iptu Luar Biasa Anumerta Yudi Rospuji Siswanto
2. Aipda Luar Biasa Anumerta Denny Setiadi
3. Brigpol Luar Biasa Anumerta Fandy Setyo Nugroho
4. Briptu Luar Biasa Anumerta Syukron Fadhli
5. Briptu Luar Biasa Anumerta Wahyu Catur Pamungkas.