Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Nilai Pilkada Lewat DPRD Tidak Mencegah Politik Uang

Kompas.com - 21/04/2018, 07:46 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Kurnia Sari Aziza

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina meragukan sistem pilkada melalui DPRD bisa menekan risiko dalam pelaksanaan pilkada langsung.

Hal ini menyikapi anggapan sejumlah pihak bahwa pilkada langsung memicu proses politik berbiaya tinggi.

Menurut dia, kesalahan bukan pada sistem pemilihannya, tetapi pada partai politik itu sendiri.

"Apakah menjawab dengan sistem pilkada langsung diubah ke tidak langsung? Tidak. Mahar politik tetap ada, itu yang terjadi dulu sebelum pilkada langsung," ujar Almas di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (20/4/2018).

Baca juga: Menurut KPU, Tak Perlu Lagi Ada Wacana Pilkada melalui DPRD

Almas mengatakan, saat pilkada tidak langsung, politik uang masih terjadi. Bukan dibagikan ke masyarakat, tetapi ke anggota dewan untuk merebut suara mereka.

Oleh karena itu, menurut dia, mengganti sistem pemilihan tidak akan menjawab akar persoalannya. Tetap akan ada potensi calon kepala daerah tersangkut korupsi.

"Jangan sampai sistemnya sudah ganti, tetapi ternyata masalahnya tidak selesai-selesai," katanya.

Baca juga: Komedi Kepala Daerah Dipilih DPRD

Menurut Almas, ada beberapa cara mengatasi politik berbiaya tinggi dalam pilkada langsung.

Salah satunya dengan membatasi biaya kampanye. Saat ini, batasan jumlah belanja kampanye masih sangat tinggi sehingga harga pilkada pun mahal.

Selain itu, kata Almas, juga harus ada pembenahan di level parpol supaya sehat.

Baca juga: Pro Kontra Wacana Pengembalian Pemilihan Kepala Daerah ke DPRD

Salah satunya soal pendanaan sehungga tidak perlu meminta mahar politik kepada calon kepala daerah.

Partai politik yang justru memberi sumbangan kepada calon yang diusung.  

"Kalau sudah baik, sisi rekrutmennya akan baik," ujarnya. 

Selain itu, sistem penegakan hukum juga harus lebih keras.

Baca juga: Wacana Sistem Pilkada Lewat DPRD yang Kontraproduktif

Almas meminta penegak hukum pemilu harus lebih progresif mengejar akar permasalahannya.

Jangan hanya menyasar pemberi dan orang yang diberi dalam politik uang, tetapi juga menelusuri asal usul dana tersebut.

Sementara itu, untuk menekan biaya politik saat pilkada, perlu pemangkasan anggaran untuk alokasi tertentu.

Baca juga: Pilkada Lewat DPRD Dinilai Tak Atasi Politik Uang, Ini Saran Perludem

Misalnya, kata Almas, tidak perlu membayar saksi di tempat pemungutan suara (TPS). Sebab, Bawaslu telah menempatkan saksi-saksi yang menyebar di TPS.

Menurut dia, hanya perlu memperkuat pengawasnya supaya independen. Selain itu, bisa juga memanfaatkan teknologi untuk memantau proses pemilihan hingga penghitungan suara.

Kompas TV KPU menyampaikan penetapan Dapil dan alokasi kursi anggota DPRD kabupaten atau kota untuk pemilu 2019 mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com