Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aji Chen Bromokusumo
Budayawan

Anggota DPRD Kota Tangerang Selatan Fraksi PSI dan Anggota Komisi IV DPRD Kota Tangerang Selatan

Ketika Media Sosial Menjadi “Agama” dan “Kitab Suci” Baru

Kompas.com - 17/04/2018, 09:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Berita dan komunikasi yang berseliweran di BBM kadar nyinyirnya masih sangat-sangat rendah. BBM menggunakan PIN khusus yang harus ditanyakan dan ditambahkan serta disetujui atas seizin yang bersangkutan, sehingga tidaklah semasif grup-grup WhatsApp seperti hari ini.

Kemudian datanglah dentuman masif media sosial itu! Momentum awal adalah Pilkada/Pilgub DKI Jakarta 2012. Tahap awal pengenalan ‘mainan baru’ media sosial, tidaklah menimbulkan riak gelombang.

Berikutnya adalah Pilpres 2014, di tahun inilah bentuk-bentuk baru bermunculan, hoaks, penyesatan informasi, caci maki terbuka sampai editing foto dan artikel juga dihalalkan.

Ada kubu yang menghalalkan segala cara termasuk menerbitkan tabloid khusus menggempur salah satu pasangan capres-cawapres. Tidak kalah militannya adalah kubu yang di-framing dengan tabloid tersebut. Fanatisme dan militansi dua kubu setara dan setanding.

Dan puncaknya adalah Pilkada DKI 2017, dunia internasional menyaksikan sontak di Indonesia muncul “agama” baru, yaitu media sosial beserta "nabi-nabi"-nya. Baik yang mendeklarasikan diri sendiri sebagai "nabi-nabi" baru media sosial dengan segala gelarnya ataupun yang ditahbiskan oleh para pengikut “agama” baru itu.

Dua kubu sama-sama militan dan fanatik, saling mengejek sudah menjadi keseharian “agama” baru ini. Cebong, IQ200 sekolam, bani taplak, bani serbet, bumi datar, dan masih banyak lagi.

Semuanya tidak sadar sebenarnya sedang diperdagangkan oleh para pemilik big data “agama” baru media sosial tersebut. Anda pengguna Facebook aktif? WhatsApp dan segenap grupnya? Instagram? Twitter? Line?

Sadarkah Anda apa yang nampak di halaman-halaman “kitab suci” media sosial itu adalah targeted preferences? Mesin pencari (Google. Yahoo, Bing, Baidu) newsfeed, Facebook newsfeed dari wall teman-teman, berita di seluruh “renungan harian “kitab suci”” (linimasa) media sosial adalah berita yang Anda sukai.

Berita atau informasi yang bertentangan dengan preferensi Anda tidak akan muncul di halaman media sosial Anda.

Contoh: untuk para pengguna pendukung petahana Presiden Joko Widodo akan melihat semua hal positif dan baik pemerintahan Jokowi dan yang jelek-jelek dari kubu oposisi. Sebaliknya, untuk para pengguna pendukung Prabowo, akan melihat semua yang positif tentang Prabowo dan semua yang jelek tentang Jokowi. Sadarkah Anda?

Yang menjadi masalah di sini adalah jika big data media sosial tadi kemudian diolah menjadi senjata kampanye digital seperti yang terjadi dalam Pilpres Amerika Serikat, Hillary Clinton vs Donald Trump.

Cambridge Analytica mengolah data 87 juta pengguna Facebook (termasuk 1 juta-sekian pengguna Indonesia) untuk diumpankan ke newsfeed masing-masing layar targeted pengikut “agama” baru (media sosial) itu.

Konon, pemesan kampanye digital tersebut adalah dari Kubu Trump, yang muncul di publik Amerika adalah semua hal yang negatif tentang Hillary Clinton dan semua yang positif tentang Donald Trump.

Baca juga : Tak Melulu Negatif, Ada Benefit Luar Biasa dari Media Sosial...

 

Alhasil kita semua tahu hasilnya hari ini. Sebegitu masifnya kampanye digital yang tidak mengenal batasan halaman cetak dan waktu terbit, terbukti merasuki alam bawah sadar ataupun atas sadar para pemilih Amerika.

Who knows, ketika heboh referendum Brexit (British Exit) yang menghasilkan keluarnya Inggris dari Uni Eropa juga dipengaruhi dari preferential targeted audience/viewer? Dari semua jajak pendapat mayoritas tidak setuju keluar dari UE, warga Inggris kaget dan menyesal kenapa hasil referendum justru kebalikannya.

Akan terus terseretkah Anda semua dalam tarikan magis “agama” dan “kitab suci” baru ini? Sebagian besar pengikut “agama” baru sangat mengimani kebenaran semua “sabda” dan “fatwa” halaman-halaman “kitab suci” “agama” baru ini.

Self-awareness mutlak diperlukan. Selain itu kematangan intelektual dan kematangan pemahaman dunia digital masyarakat Indonesia bisa dibilang masih sangat rendah. Bahkan negara superpower seperti Amerika Serikat tidak steril dari terpaan “agama” baru serta “kitab suci agama” baru ini, bagaimana Indonesia?

Hanya bisa berharap dan berdoa semoga Pemilu dan Pilpres 2019 Indonesia dijauhkan dari tsunami pengaruh negatif media sosial ini yang sudah menjadi semacam “agama” dan “kitab suci” baru di negeri ini.

God bless Indonesia…

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com