JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap pemerintah dalam sidang lanjutan uji materil UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) mendapatkan perhatian dari para hakim MK.
Para hakim MK menilai, pemerintah yang mewakili Presiden Jokowi justru punya sikap yang berlawanan dengan DPR. Keterangan pemerintah pun tidak tegas meminta agar MK menolak gugatan uji materil UU MD3.
Padahal, DPR yang diwakili oleh Anggota Komisi III Arteria Dahlan, secara tegas meminta agar MK menolak permohonan dari para pemohon.
"Kalau (keterangan Presiden) dipersandingan dengan pendapat DPR, ada perbedaan yang mendasar," ujar Hakim Konstitusi I Gede Dewa Palguna di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (10/4/2018).
Baca juga : Umpatan Politisi PDI-P Arteria Dahlan dan Ironi Pengesahan UU MD3..
Menurut Palguna, keterangan yang disampikan pemerintah seakan-akan mengungkapkan bahwa awalnya pemerintah mengajukan revisi UU MD3 hanya untuk mengusulkan perluasan kepemimpinan di DPR maupun di MPR.
Namun, dari pernyataan pemerintah pula, ucap dia, terjadi perluasan usulan hingga merembet kemana-mana dan total seusai dengan usulan awal pemerintah.
Hakim konstitusi lainnya, Saldi Isra mengatakan, sikap pemerintah juga tidak tegas, tak seperti DPR. Saat menutup pernyataannya, pemerintah sebagai pihak tergugat hanya meminta agar hakim mengambil keputusan sebaik-baiknya.
Baca juga : Kontroversi UU MD3 dan Upaya Menjaga Marwah Wakil Rakyat
Padahal, pihak tergugat lainnya, yakni DPR, secara tegas meminta agar majelis hakim konsitusi menolak semua gugatan para pemohon.
"Pemerintah juga tidak tegas ya meminta untuk menolak permohonan para pemohon, tidak eksplisit seperti biasanya," kata Saldi.
Saldi justru menganggap penyataan pemerintah seperti ingin menyampaikan alasan sikap Presiden Jokowi menolak menandatangani UU MD3 dengan menyampaikan 10 poin yang juga dinilai tidak menjawab gugatan para penggugat.