Tidak hanya itu. Pada 1997, seluruh ekonom di lembaga pemerintah, termasuk juga para ekonom asing, meramalkan perekonomian Indonesia sehat-sehat saja. ”Hanya ada satu ekonom Indonesia yang kritis terhadap rentannya situasi internal perekonomian Indonesia, dan kemudian ramalannya terbukti benar. Ekonom tersebut adalah Rizal Ramli,” ujar Gede.
Secara khusus, Gede menyoroti perihal rasio utang yang lebih tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia. Sejak 1990-an, kata dia, rasio utang yang secara internasional digunakan untuk menggambarkan keberlanjutan utang eksternal negara-negara berpendapatan menengah ke bawah adalah debt service to export ratio (DSER). Bukandebt to GDP ratio. Nilai batas atas yang aman untuk DSER adalah 15-20%.
Nufransa menyatakan, nilai DSER Indonesia sebesar 39 persen yang disebut RR, adalah keliru. Padahal berdasarkan data Bank Dunia (https://data.worldbank.org/indicator/DT.TDS.DECT.EX.ZS?locations=ID), nilai DSER Indonesia benar nilainya 39,6 persen. ”Taruhlah kita pakai data (Nufransa) yang menggunakan data DSR Indonesia dengan rasio 34%. Toh, sama saja. Tetap jauh di atas batas atas yang diizinkan (15-20%). Sebagai perbandingan, negara-negara tetangga Indonesia di Asean memiliki nilai DSER/DSR rata-rata di bawah 10%. Masih sangat aman,” kata Gede.
Gede Sandra juga menyoroti pernyataan RR yang sangat kritis terhadap tingkat bunga (yield) surat utang Indonesia. Sebab, menurutnya, Indonesia seharusnya dapat menghindari kerugian akibat pemasangan yield ketinggian selama ini. Contoh, dibandingkan Vietnam yang rating-nya di bawah Indonesia (Vietnam bahkan belum masuk investment grade) ternyata tingkat yield surat utang Indonesia masih ketinggian 1%. Tentu, ini merugikan Indonesia.
”Terkait masalah ini, RR sudah memberi solusi agar Menteri Keuangan menukar utang-utang Indonesia yang bunganya ketinggian dengan utang yang bunganya lebih rendah,” kata Gede, seraya mengingatkan Nufransa bahwa tupoksi RR selama di Kabinet Kerja bukan sebagai menteri di tim ekonomi. ”Kewenangan RR tidak berhubungan langsung dengan kebijakan makro ekonomi, fiskal, dan moneter,” tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.